Rabu

Rakyat Menuntut Keadilan Iklim

Nyoman Sri Widhiyanti,SH
Riuh sidang UNFCCC (United Nation Framework Climate Change Conference) di Nusa Dua, 3-14 Desember 2007 hanya bisa diikuti oleh orang-orang tertentu dengan kepentingan tertentu. Masyarakat kecil yang notabene menerima dampak terbesar perubahan iklim hanya bisa pasrah menerima hasil sidang tersebut. Namun akankah masyarakat sipil tersebut diam saja? Beragam aliansi peduli lingkungan berembug bersama menyuarakan aspirasi mereka. Entah didengar atau tidak oleh penguasa pemerintah, mereka tetap riuh dan semangat menuntut keadilan atas perubahan iklim tersebut. Berikut petikan wawancara media ini dengan Srikandi dari Bali, Nyoman Sri Widhiyanti, Direktur Walhi Bali.

Bagaimana Anda melihat hasil konferensi UNFCCC di Nusa Dua selama ini?

Setelah beberapa hari konferensi perubahan iklim tersebut berjalan, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) melihat terjadi pergeseran yang sangat besar dari substansi isu global warming menjadi konferensi perdagangan karbon. Meski delegasi Indonesia merupakan Presiden COP 13 (Conference of Party), Wakil delegasi kita tidak memiliki kemampuan untuk berdiplomasi memperoleh keadilan iklim serta menghasilkan manfaat bersama bagi keberlangsungan bumi. Negara-negara maju masih berorientasi pada ekonomi politik negara setempat dan berusaha menekan negara berkembang agar mau menerima proyek REDD (Reduce Emission from Deforestation and Degradation), mitigasi, adaptasi dan penjualan karbon (carbon trading).

Kenapa kita dirugikan dengan perdagangan karbon tersebut?

Skema perdagangan karbon tidak bisa dielakkan karena sudah masuk agenda nasional. Selain itu, akan dibahas pula pembicaraan mengenai perdagangan emisi dalam upaya negara-negara maju mengurangi emisinya. Meski Australia bersedia meratifikasi masuk Protokol Kyoto namun penyumbang emitor terbesar Amerika Serikat belum mau meratifikasi Protokol Kyoto tersebut. Negara-negara maju malah getol ingin membeli hak pengelolaan hutan karena ada bisnis masa depan yakni bisnis keragaman hayati. Bisnis itu adalah sumber daya genetik.
Dengan mekanisme ini, negara maju wajib memberikan insentif kepada negara berkembang yang memiliki hutan. Meski hutan kita makin menipis akibat pembalakan liar namun masih berpotensi untuk mengurangi emisi karbon dunia. Sebenarnya Indonesia bisa meraup untung dari usaha tersebut. Tapi aturan implementasi dagang karbon masih belum jelas, siapa penjual dan siapa pembeli serta mekanismenya. Begitu juga distribusi uang yang didapat, kemungkinan alternatif solusi dan asal dana pembiayaan. Konsep REDD juga akan menjadi masalah jika pemerintah Indonesia belum mampu mengelola hutan secara memadai. Regulasi pemerintah terhadap pembalakan liar masih belum jelas. Tanpa aturan ini, masyarakat akan berebut rezeki atas penebangan ilegal tersebut.

Bagaimana dengan nasib masyarakat Indonesia yang sebagian besar ada di pedalaman hutan dan pesisir?

Memang sebagian besar penduduk Indonesia bermukim di pedalaman hutan dan pesisir pantai. Merekalah yang akan menerima dampak terbesar dari perubahan iklim dunia tersebut. Bumi yang makin memanas membuat es di kutub meleleh dan volume air laut makin meninggi. Masyarakat pesisir akan tenggelam dan miskin. Begitu juga dengan masyarakat di hutan. Jika mereka makin marak menebang hutan sembarangan, bencana alam pun akan menimpa mereka. Hal ini yang membuat kami ingin membangun solidaritas bersama masyarakat Indonesia dan internasional untuk bahu-membahu melakukan sesuatu untuk bumi. Rakyat termasuk masyarakat adat yang selama ini haknya masih terpinggirkan harus diberikan kepercayaan kembali memegang kendali tanah-tanah mereka bukan pada Negara Anex 1 (negara maju penyumbang emitor terbesar di dunia). Kami menuntut keadilan atas perubahan iklim ini.

Maksudnya?

Rakyat harus diberi ruang untuk melakukan kearifan lokal yang selama ini mereka jalankan. Upaya untuk menjaga keberlanjutan alam dan lingkungan sudah menjadi bagian dari praktek kehidupan masyarakat lokal setempat di berbagai belahan bumi. Misalnya masyarakat Bali yang telah menjalankan ritual Nyepi. Menurut kepercayaan masyarakat umat Hindu Bali, mereka melakukan empat pantangan dalam ritual tersebut yaitu tidak bekerja (amati karya), tidak menyalakan api atau menyalakan sesuatu (amati geni), tidak bepergian (amati lelungaan) dan tidak menghibur diri (amati lelanguan). Dengan adanya catur barata (empat pantangan) tersebut, manusia tidak mengotori udara dengan gas-gas buangan hasil pembakaran (gas emisi rumah kaca).

Berapa jumlah emisi yang dihemat saat Nyepi?

Diperkirakan saat Nyepi, emisi berkurang sekitar 20 ribu ton. Misalnya dari data tahun 2005 di Bali menyebutkan ada sekitar 1.008.000 sepeda motor. Jika diasumsikan satu sepeda motor menghabiskan empat liter bensin sehari, berarti 4.032.000 liter terbuang. Jika pembakaran satu liter bensin menghasilkan 2,4 kg CO2, emisi yang dihasilkan mencapai 9.676.800 kg CO2. Emisi ini belum termasuk mobil, pesawat terbang, kapal feri, penggunaan energi untuk industri serta pembangkit listrik. Ini hanya terjadi di Bali saja, belum Indonesia dan internasional.

Sebagai aktivis di bidang lingkungan, apa yang akan Anda suarakan kepada delegasi kita di konferensi tersebut?

Kita menyerukan Nyepi For The Earth (Hening Untuk Bumi). Hening adalah kontribusi paling nyata pada pengurangan emisi gas rumah kaca yang bersifat adil untuk dilakukan oleh semua orang karena mudah dilaksanakan dan murah biaya bahkan tidak memakan biaya. Selain itu, kita mendesak Bali Road Map untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui berbagai mekanisme hukum dan teknis terutama untuk pasca 2012. kearifan lokal sering dikesampingkan dalam proses perundingan tersebut. Padahal melalui Nyepi, masyarakat Bali telah berkontribusi dalam mengurangi efek gas rumah kaca tanpa konvensi dan protokol apapun. Jika masyarakat Bali bisa, kenapa masyarakat dunia tidak?
(Pewawancar: Didik Purwanto)

BIODATA
Nama : Nyoman Sri Widhiyanti,SH
Tempat/tanggal lahir : Cimahi, 19 Mei 1976
Pendidikan : S1 Fakultas Hukum Universitas Udayana
Pengalaman organisasi :
Presidium Forum Persatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (1999-2001)
Direktur Eksekutif Walhi Bali (2002-2007)
Alamat : Jl. Tukad Tegalwangi IX/8 Sesetan Denpasar Telp. 081 8551297

Bali Masih Jadi Showroom Agribisnis

Prof Dr Ir I Wayan Supartha, MS
Bagaimana perkembangan dunia agribisnis terutama di Bali?
Produk lokal Bali sangat bervariasi dan sangat menunjang untuk dikembangkan sebagai komoditi baru yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Terlebih Bali sebagai destinasi wisata dunia harus mampu mengemas produk ini untuk dijual kepada wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Komoditi unggulan Bali di antaranya adalah salak, manggis, jeruk Bali, mangga, dan durian. Peluang untuk mengembangkan bisnis ini sangat besar. Apalagi Bali yang notabene sering mengadakan upacara adat dan sarana upakara yang memerlukan permintaan buah cukup banyak. Hasil panen lokal Bali saja belum dapat mencukupi masyarakat Bali sendiri. Inilah yang menyebabkan Bali masih tergantung dengan daerah lain terutama Jawa dan Lombok untuk dapat menyuplai komoditi tersebut. Berikut petikan wawancara media ini dengan Prof Dr Ir I Wayan Supartha, MS, Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana:

Apa nilai tambah bagi Bali dengan agribisnis tersebut?

Saat ini Bali masih dalam persiapan untuk menjual komoditi agribisnis tersebut. Di antaranya adalah upaya untuk menggabungkan kerajinan (termasuk anyaman rotan, akar, dsb) untuk digabungkan dengan komoditi agribisnis (misalnya buah dan tanaman hias). Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan juga perajin bahkan hingga ke pedagangnya. Komoditi ini jarang dilirik terutama warga lokal untuk dijadikan souvenir bagi wisatawan.

Apa masalahnya?

Komoditi agribisnis terutama buah belum dapat dijual secara maksimal karena Bali belum memiliki teknologi pengemasan yang baik. Buah hasil panen langsung dijual kepada tengkulak atau pasar sehingga tidak bisa tahan lama. Selain itu, investor di bidang ini belum banyak yang melirik. Tidak seperti di Jawa. Petani pun merasa tidak pernah diuntungkan karena hasil pascapanen tidak pernah seimbang dengan ongkos produksi (operasional). Itulah yang menyebabkan mahasiswa jarang melirik jurusan pertanian. Mereka cenderung memilih bidang yang prospek dan sering dibutuhkan oleh pasar kerja.
Misalnya pada tanaman hias, masyarakat Bali hanya menggeluti usaha ini sebatas hobi. Mereka kurang serius menggarap lahan basah tersebut sehingga cenderung diambil oleh pendatang dari Jawa dan Lombok.

Tanaman hias cenderung fluktuatif harganya, apa sebab?

Itu hanya sebatas tren yang diciptakan dan terpengaruh dari usaha properti. Bali yang hanya berpenduduk 3,5 juta jiwa dibanjiri pendatang dan sangat menyenangi alam Bali. Bisnis properti ini kian marak dan kian mahal seiring dengan perpaduan tanaman hias yang turut memercantik rumah sesuai kelasnya. Tanaman hias kian mahal bisa juga dipengaruhi oleh kelangkaan tanaman, unik, dan menarik. Selain itu, variasi bentuk properti rumah seperti minimalis, class dan sebagainya juga turut mengatrol harga tanaman.

Bali cocok mengembangkan bisnis apa, komoditi buah atau tanaman?

Semua cocok. Cuma masyarakat kurang tanggap terhadap bisnis ini. Sampai saat ini Bali malah cocok sebagai showroom (tempat penjualan) baik tanaman hias maupun buah-buahan dari Jawa dan Lombok. Petani harus terus meningkatkan pengetahuan dan penguasaan akses teknologi terutama masalah produk, kualitas barang dan mutu bahan baku. Ancaman yang harus diwaspadai adalah hama dan penyakit tanaman, anomali iklim dan umur tanaman. Semua harus mendapat perhatian serius. (Pewawancara: Didik Purwanto)


BIODATA:
Nama lengkap : Prof Dr Ir I Wayan Supartha, MS.
TTL : Gianyar, 30 Maret 1957
Aktivitas :
Koordinator Kelompok Ahli DPRD Provinsi Bali (1 Januari 2006 – sekarang)
Tenaga Ahli Komisi B (membidangi pertanian dalam arti luas) DPRD Provinsi Bali (Mei 2005 – sekarang)
Dosen PS Magister Pertanian Lahan Kering (S2) Progran Pascasarjana Universitas Udayana (2004 – sekarang)
Dosen PS Magister Bioteknologi Pertanian (S2) Program Pascasarjana Universitas Udayana (2000 – sekarang)
Kelompok Ahli Environmental Watch for Parliment (2001 – sekarang)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana (1986 – Sekarang)
Kanwil Koperasi dan UKM Provinsi Bali (1998-2000)

Prestasi :
Dosen Berprestasi Fakultas Pertanian Universitas Udayana (2006)
Dosen Teladan Universitas Udayana tahun (1994)
Pembina Kelompok P4K Berprestasi oleh Kepala Badan Penyuluhan Deptan RI (1986)
Mahasiswa Teladan oleh Mendikbud RI (1983)

Alamat : Jl Palapa XIII No 15 Denpasar, 80235, Bali Telp. (0361 726459/ 081 236 755 18)

Peluang Sektor Agribisnis Menjanjikan

Prof. Dr.Ir. Djoko Said Damardjati M.S.
Tak bisa disangkal, usaha agribisnis memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian Indonesia ke depan. Pasalnya, sektor ini menyerap tenaga kerja yang amat besar. Mulai dari sektor pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian dan industri hilir pertanian, serta sektor jasa yang melayani pertanian, agroindustri dan perdagangan hasil-hasil pertanian. Begitu juga peternakan, kehutanan dan lain-lain.
Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian, Prof Dr Ir Djoko Said Damardjati, MS, sangat optimis peluang agribisnis pada pembangunan ekonomi Indonesia sangat besar. Apa yang membuat Damardjati optimis, berikut petikan wawancaranya:
Apa yang membuat Anda optimis sektor agribisnis berkembang pesat?

Pada taraf perkembangan perekonomian Indonesia saat ini, agribisnis masih merupakan sektor ekonomi yang akomodatif terhadap keberagaman kemampuan tenaga kerja dan entrepreneurship yang dimiliki rakyat Indonesia. Kini sektor agribisnis bukan hanya terbesar dalam menyerap tenaga kerja dan dunia usaha tetapi juga menyumbang terbesar dalam Produk Domistik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, sektor agribisnis pun menyumbang ekspor nasional yang cukup besar dan sekitar 50 persennya produk-produk agribisnis.

Program apa yang sedang dikembangkan untuk sektor ini?

Departemen Pertanian (Deptan) telah mengembangkan 15 komoditas untuk agroindustri. Kelimabelas komoditas itu terutama dikembangkan di pedesaan. Komoditas tersebut adalah gandum lokal di 7 kabupaten, pakan dan tepung-tepungan berbasis ubi kayu di 2 kabupaten, serta jeruk di 5 kabupaten. Agroindustri mangga dikembangkan di 3 kabupaten, cabai di 5 kabupaten, gula aren meliputi 3 kabupaten, kelapa tersebar di 15 kabupaten, minyak sawit pada 2 kabupaten, minyak nilam di 4 kabupaten, kopi di 15 kabupaten.
Selain itu jarak pagar untuk 3 kabupaten, biodiesel dari kelapa di 7 kabupaten, gambir di 2 kabupaten, serta rami di 3 kabupaten dan susu segar dikembangkan di 6 kabupaten. Sampai saat ini telah tersusun petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan dan pengembangan gandum lokal dan sosialisasi ke daerah. Deptan juga telah melakukan studi kelayakan untuk aren dan biodiesel kelapa, serta workshop kemitraan industri pengolahan susu dengan peternak sapi perah.

Selain agribisnis pedesaaan, apalagi yang dikembangkan?

Deptan juga mengembangkan farm gate marketing system berbasis jaminan mutu. Yang telah dikembangkan dalam program itu antara lain, untuk komoditas manggis di 4 kabupaten, jeruk di 8 kabupaten, sayuran di 17 kabupaten, bunga di 4 kabupaten, kelapa untuk 4 kabupaten, dan kakao pada 29 kabupaten. Model pembangun ini disebut Pengembangan Komoditas Strategis Nasional (PKSN) yang berbasis gabungan kelompok tani (gapoktan) di suatu sentra produksi.
Kegiatan PKSN tersebut mencakup 12 komoditas pertanian yang meliputi 19 kabupaten yakni beras, beras ketan, ubi kayu, jagung, biofarmaka, manggis, bunga, kakao, kelapa, jarak pagar, ternak sapi, susu dan pengembangan pemasaran hortikultura terpadu.

Untuk menghadapi usaha agribisnis global, apa yang akan dilakukan?

Menghadapi persaingan global, ke depan petani dalam berproduksi mesti berbasis pada pasar yakni memproduksi apa yang bisa laku di pasar, bukan asal jual apa yang diproduksi. Untuk mendukung pemasaran hasil-hasil petani, ke depan pasar lelang agro akan terus diperbanyak karena dinilai efektif membantu pemasaran produksi petani. Sedangkan untuk meningkatkan SDM petani, Deptan akan menurunkan tenaga pendamping untuk membantu kegiatan petani di lapangan. Kalau masa lalu, pendamping yang berfungsi sebagai penyuluh ini masih berorientasi pada produksi, ke depan akan diperluas lagi pada aspek penanganan pascapanen dan pemasaran.

Apa yang menjadi persoalan di tingkat petani?

Kelemahan petani dalam mengelola sektor agrobisnis ini masih berkisar permodalan, manajemen yang belum bagus baik menyangkut cara pemasaran maupun perbaikan kualitas produk serta jalinan kerja sama yang masih kurang. Soal peran investor, perlu ada komitmen dari berbagai pihak terkait untuk menumbuhkan investasi di sektor agribisnis ini.

Apa kendalanya berinvestasi di sektor ini?

Kendala di investasi ini masih terlihat pada minimnya infrastruktur, faktor keamanan serta birokrasi. Jadi perlu diciptakan kepastian hukum dan keamanan agar investor mau terjun ke sektor ini, namun demikian, peluang sektor ini sangat besar dan menjanjikan.

Jadi Anda cukup yakin sektor ini dapat meningkatkan pembangunan ekonomi bangsa?

Ya benar, semua ini memberi keyakinan bahwa strategi industrialisasi yang dimulai dari sektor agribisnis akan efektif dalam mengatasi pengangguran, kemiskinan, percepatan pembangunan ekonomi daerah dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya.
(Pewawancara: Agus Salam)

BIODATA:
Nama : Prof. Dr.Ir. Djoko Said Damardjati M.S.
Pendidikan :
Sarjana pertanian Institut Pertanian Bogor, 1972.
Pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor, tahun 1979
Pendidikan non-degree di University of Philippines at Los Banos (UPLB)
Pendidikan Doktoral bidang ilmu pangan dan kimia di Institut Pertanian Bogor, tahun 1983 dengan predikat Cum Laude.
Jenjang fungsional Ahli Peneliti Utama diperoleh tahun 1993, dengan ketertarikan dalam penelitian tanaman pangan, terutama mengenai gizi dan teknologi pangan serta teknologi pasca panen.
Dilantik sebagai Profesor Riset sejak tanggal 5 Januari 2006.

Aktivitas :
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian
Sejak tahun 2004 menjabat Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2001-2004), Koordinator Program Nasional Teknologi Pascapanen Tanaman Pangan (1984-1986), Ketua Jaringan Nasional Penelitian dan Pengembangan Pascapanen (1988-1999), Kepala Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor (1992-1994), Kepala Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan (1995-1999), Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan (1999-2000), dan sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2000-2001).

Prestasi :
Penghargaan "Dr. Poorwo Soedarmo Award" tahun 1989 dari Pergizi Pangan Indonesia,
Penghargaan "Satya Lencana Pembangunan" dari Presiden Republik Indonesia, tahun 1998
Email: crifc3@indo.net.id

Seniman Bukan Perajin

I Made Sumadiyasa
Dalam dunia kesenian atau seni rupa, komitmen dan integritas bisa ditengarai dari seberapa jauh seniman “bisa dipercaya” dan “bisa mempercayai” pihak lain. Kritikus seni, Suwarno Wisetrotomo menganggap seniman “bisa dipercaya” atas semua hal (perjanjian) yang sudah disepakati, tak bermain di belakang tengkuk pihak yang memberikan kepercayaan, tak menarik keuntungan pribadi atas usaha pihak lain. Sebaliknya, pihak lain harus “bisa dipercaya” oleh seniman, agar tidak melakukan hal yang sama. “Bisa mempercayai” artinya berada dalam posisi setara yakni saling percaya dan menghindari nafsu-nafsu untuk saling mencederai kepercayaan. Membangun seni rupa Indonesia, harus dimulai dari sikap “saling percaya” antara berbagai pihak. Berikut nukilan media ini dengan salah satu murid seniman besar Nyoman Gunarsa, I Made Sumadiyasa tentang sosok seniman yang sebenarnya.

Bagaimana Anda melihat perkembangan seniman sekarang ini?

Bicara tentang seniman (terutama yang lahir dan sukses di Bali) bahkan di Indonesia sudah tidak dapat terhitung lagi, sangat banyak sekali. Namun seniman yang memiliki kualitas bagus, bisa dihitung dengan jari. Banyak seniman sekarang yang banyak dimanja oleh kecanggihan teknologi sehingga cenderung menjiplak karya dan menjual seenaknya demi pesanan. Hal tersebut malah memperburuk citra seniman.

Lantas yang cocok disebut seniman itu siapa?

Seniman yang benar-benar seniman cenderung memihak pada tema-tema kemanusiaan, mengritisi kehidupan agar selaras dengan lingkungan sosial. Seniman bisa saja disebut aktivis karena mengemban beban berat tersebut. Bahkan karena ide-ide cemerlangnya mampu menggugah peradaban dunia hanya dari karyanya. Namun tidak pada perajin, tatkala melihat uang, mereka lupa akan beban berat tersebut. Sebuah contoh, saya menerima pesanan lukisan dari wisatawan asing berjumlah 300 buah. Sebagai orang biasa, memang kita tidak munafik dengan uang. Toh mereka juga akan membayar harga lukisan itu sewajarnya menurut mereka. Namun sebagai seorang seniman, saya menolak tawaran menggiurkan tersebut. Bukan tidak sanggup, tapi lebih pada tanggung jawab seniman kepada publik. Membuat sebuah karya yang bagus tidak dapat seperti membalik telapak tangan, tapi perlu sebuah perenungan terkait makna-makna kehidupan sehingga pesan-pesan moral yang mendalam akan terefleksi pada karya-karya kita.

Bagaimana dengan institusi formal yang ada di Indonesia. Apakah mereka mendidik dengan cara tersebut?

Kita sangat berharap banyak pada institusi seni yang menggembleng siswanya agar memiliki kemampuan lebih sesuai talentanya. Jangan menganggap sebuah pelarian karena tidak diterima pada perguruan tinggi terkenal dan jurusan yang diminati oleh pasar kerja. Memang masuk institusi seni bukan lantas menjadi seorang seniman sebenarnya. Kampus bukan mencetak siswanya menjadi gudang seniman. Tapi dari seorang yang memiliki bakat dan menyalurkan energi kreatifnya secara benar, berjuang dengan tekun, berinteraksi dengan seniman besar akan lebih mengangkat prestise diri dan membuat pribadi kita lebih dihargai di mata orang lain.

Saat ini apakah sudah terjadi harapan Anda tersebut?

Belum, meski bakat seniman kita boleh diadu dan tidak kalah dengan bangsa lain, namun daya apresiasi masyarakat terhadap seni masih lemah. Di Indonesia, seni (terutama seni rupa) belum mendapat tempat yang layak di hati pecinta seni. Lain di luar negeri, dengan adanya balai lelang, seni karya mereka sudah dihargai milyaran. Seniman kita belum sampai ke taraf itu. Begitu juga dengan dunia peran. Artis yang memiliki karir cemerlang mulai dari lahir dan mampu bertahan sampai beberapa tahun, bisa dihitung dengan jari. Paling banyak, artis tersebut timbul tenggelam karena tidak ada yang mengambil perannya. Seniman sebenarnya tidak bisa dieksploitasi seenaknya demi kepentingan kapitalis tapi perajin bisa memenuhi hasrat kebutuhan masyarakat tersebut. Terserah, mau jadi seniman atau perajin!!!
(Pewawancara: Didik Purwanto)

Biodata:
Nama : I Made Sumadiyasa.
TTL : Langlang Singgah, Tabanan, 8 Februari 1971.
Pendidikan : Institut Seni Indonesia Jogjakarta (1997).
Pengalaman pameran :
Pameran ASEAN Master Works (1998).
Pameran Festival Persahabatan Indonesia-Jepang (1997).
Karya Pilihan The Phillip Morris Group of Companies Indonesian Arts Awards (1997).
Lukisan “The Way To Eternity” tampil dalam sampul majalah Asian Arts News (Maret-April 1996).
Pelukis Indonesia pertama yang tampil di belahan dunia bagian timur dalam pameran International Arts Asia IV di Hongkong (1995).
Alamat : Jl Sukma 1 Br. Tebasaya Kaja Ubud Bali 80571 Telp/Fax (0361) 974069/ 975037

Seniman Idealis Sebuah Pilihan

Sabrot Dodong Malioboro
Pilar-pilar kapitalis yang individual, liberal, materialistik, dan eksploitatif kini merambah dalam kultur dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Dunia seni pun tidak luput dari rayuan kapitalistik. Tentu saja hal ini menjadi tantangan berat bagi para seniman yang setia mengusung idealisme. Karena banyak seniman yang terjebak memilih jalan instan atau mengorbankan segalanya hanya untuk mencapai satu tujuan. Yaitu kesenangan materi, tanpa memperhitungkan kualitas berkesenian mereka. Berlimpah materi itulah yang membuat banyak orang awam tergoda meniru gaya keartisan mereka. Sehingga tidak salah jika audisi pencari bakat menjamur dan diperjualbelikan peserta. Tapi yang memprihatinkan dari geliat dunia berkesenian itu adalah para seniman cilik yang dikemas sedemikian rupa sehingga menghilangkan hak-hak mereka sebagai anak. Tuduhan eksploitasi atau mempekerjakan anak tertuju pada para orangtua yang mempunyai anak yang berprofesi artis. Bagaimanakah pandangan seniman dan budayawan senior Surabaya, Sabrot Dodong Malioboro, tentang bermunculannya seniman dadakan tersebut? Berikut wawancaranya;

Saat ini, bermunculan banyak artis muda di dunia hiburan dan seni kita. Mereka sukses, hidup mewah dan bergelimang harta. Jika dilihat dengan seniman zaman dahulu sangat bertolak belakang. Bagaimana pendapat Anda tentang fenomena ini?

Kalau orang hidup itu penuh pilihan, menjadi seniman pun juga pilihan. Karena pada dasarnya, seniman itu ada dua. Yaitu seniman yang berorientasi pasar dan seniman yang serius atau idealis. Kalau seniman pasar, sudah jelas mereka mementingkan pasar, tanpa memperhitungkan eksistensi mereka dalam berkesenian atau proses kreatifitas dan kualitas berkesenian. Yang terpenting bagi mereka adalah membuat karya seni yang laku di pasar sehingga menghasilkan uang banyak. Berbagai cara dilakukan hanya untuk mendapatkan materi. Itu semua juga tidak lepas dari pemikiran kapitalis sebagai akibat globalisasi yang terjadi saat ini.

Bagaimana dengan ajang audisi yang banyak digelar saat ini yang konon bertujuan untuk pencarian bakat-bakat terpendam di kalangan anak muda di bidang seni?

Seniman yang serius atau idealis menurut saya adalah sebuah bakat alam yang ada pada diri seseorang yang memerlukan proses cukup panjang untuk mendapatkan hasilnya. Biasanya, seniman yang seperti ini akan bertahan lama dan eksistensinya di dunia seni cukup diperhitungkan. Ya contoh jelasnya adalah Gesang, Afandi dan tokoh-tokoh seniman lainnya. Tapi berbeda dengan seniman atau artis yang dilahirkan dari ajang-ajang audisi yang banyak diselenggarakan saat ini. Menurut saya, mereka tidak mempunyai bakat alam. Hanya karena dikemas secara bisnis oleh para pemilik modal, sehingga mereka bisa terkenal dan dinyatakan sebagai artis. Lihat saja, suara yang jelek bisa dibuat bagus, akting pas-pasan, karena dipoles di sana-sini akhirnya bisa menjadi pemain sinetron atau pemain film terkenal. Karena bisa terkenal karena si pemilik modal punya jaringan yang kuat. Mulai dari produksi sampai pemasaran. Sehingga tidak salah jika si artis atau seniman ini akan cepat meroket namanya. Tapi jangan lupa, jika si seniman ini ditinggal pemilik modal, dapat dipastikan dia jatuh dan tidak mungkin bisa bertahan lagi. Itulah hasil dari seniman instan. Bukan seniman yang dilahirkan dari proses panjang dalam hidup dan berkesenian.

Apa sesungguhnya beda antara seniman dan artis ?

Ah, itu kan hanya sebutan wartawan saja. Mereka menggambarkan kalau artis adalah pekerja seni yang bergelimang harta dan selalu tampil glamour. Berbeda dengan seniman yang digambarkan lusuh, rambut panjang dan hidupnya serba pas-pasan. Karena yang dipikirkan mereka bukanlah materi, tapi hasil karya yang berkualitas. Mereka tidak akan menjual murah karya mereka. Sehingga ya wajar kalau mereka tidak punya materi. Tapi hasil karya mereka pasti akan dikenang sepanjang masa. Ya lihat saja lagu-lagu tahun 50-an atau 60-an. Meskipun diciptakan puluhan tahun lalu, tapi tetap enak didengarkan sampai sekarang. Tapi kalau lagu yang diciptakan tidak dengan perasaan, ya cuma sekejap saja. Beberapa tahun lagi pasti tidak lagi enak dinikmati. Contohnya lagu-lagu milik Ebit G Ade, tetap enak didengarkan dalam situasi apapun dan kapanpun.

Bagaimanakah menjadi seniman yang baik ?

Sekali lagi menjadi seniman itu adalah pilihan. Apakah dia akan dimakan pasar atau mempertahankan pasar. Semua tentu mempunyai konsekuensi yang berbeda.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

BIODATA:
Nama : Sabrot Dodong Malioboro.
TTL : Surabaya, 14 Agustus 1945.
Aktivitas : Sastra, Ikut mendirikan Dewan Kesenian Surabaya.
Karya : Antologi Puisi 25 Penyair Surabaya (1977), Antologi Puisi 4 Penyair (1984), Antologi Puisi Bengkel Muda Surabaya (1984), Antologi Puisi 2 Geguritan Festival Cak Durasim (2000), Beberapa Puisinya dibicarakan Suripan Sadihutomo (penerbit Hiski 1992).
Organisasi : Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), Bengkel Muda Surabaya (BMS).

HaKI Masih Berdasarkan Kebutuhan

Ria Setyawati SH
Aksi pembajakan di Indonesia, kian merajalela. Bahkan hak kekayaan intelektuan (HaKI) pun sudah tidak diperdulikan lagi oleh masyarakat. Salah satu di antaranya adalah royalti yang seharusnya didapat oleh pemegang hak cipta, karena hasil karyanya. Seperti sebuah lagu yang dikumandangkan di radio, dinyanyikan di hotel berbintang atau pertunjukan umum, seharusnya pemilik hak ciptanya mendapat royalti. Tapi sayang, di Indonesia sendiri peraturan tersebut tidak diindahkan oleh pelaku seni. Padahal di negara yang konon dikenal gemah ripah loh jinawi ini sesungguhnya sudah mengatur tentang royalti bagi penyanyi aslinya. Hanya karena pelaksana di lapangan belum jelas, tentang siapa yang memungut royalti, mengakibatkan si pemilik hak cipta terkadang mendapatkan hasil paling terakhir dan sedikit. Tentu saja bila dibandingkan para pembajak atau mereka yang mengumandangkan lagu-lagu yang telah dikumandangkan penyanyi aslinya. Sejauh mana kesadaran sekaligus pelaksanaan HaKI di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum oleh pemerintah terhadap para pemegang HaKI? Berikut wawancara dengan salah satu pelaksana harian UPT Sentra HaKI Universitas Airlanga (Unair), Ria Setyawati SH.

Bagaimana sesungguhnya kesadaran HaKI di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum yang diberikan pemerintah terhadap pemegang HaKI itu sendiri?

Kesadaran HaKI di Indonesia masih sangat kurang. Ya, bisa dikatakan mereka mengurus HaKI karena sebuah kebutuhan. Bahkan banyak dari mereka yang mengurus HaKI setelah terganjal kasus atau dia dirugikan oleh pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Diakui, untuk mendapatkan HaKI selain membutuhkan waktu lama, juga biaya yang besar. Bahkan banyak dari mereka yang memperhitungkan sisi ekonomisnya dibandingkan perlindungan hukumnya. Misalnya, sebuah produk dijual terlebih dahulu. Nanti kalau sudah dikenal baru diurus HaKInya. HaKI sendiri sesungguhnya terdiri dari banyak bagian. Ada hak paten, hak cipta, hak indikasi geografis dan masih banyak lagi macamnya. Memang tidak mudah persayaratan untuk mendapatkan HaKI. Salah satu di antaranya adalah untuk mendapatkan hak paten, produk tersebut harus diumumkan pada khalayak umum selama 9 bulan. Selain itu juga harus ada terobosan teknologi terbaru. Dan masih banyak persyaratan yang harus dipenuhi mereka yang mengajukan HaKI.

Apakah mengumandangkan lagu-lagu di radio atau TV termasuk melanggar HaKI?

Wah kalau yang itu sedikit beda kasusnya. Lagu termasuk dalam hak cipta. Hak cipta sendiri terdiri dari beberapa macam hak. Di antaranya hak terkait, hak copy, hak performan dan masih banyak lagi hak lainnya. Terkadang antara si pemilik lagu telah melakukan kontrak dengan pihak-pihak tertentu untuk dikumandangkan selama waktu tertentu. Biasanya ini dilakukan di TV atau radio sebagai media promosi. Dalam kontrak tersebut biasanya tertulis, jika tetap menanyangkan atau mengumandangkan melebihi batas waktu yang telah ditentukan, si media elektronik tersebut wajib membayar royalti pada si pemilik lagu atau pemilik hak cipta.

Bagaimana dengan lagu-lagu yang dinyanyikan di hotel berbintang, panggung-panggung terbuka atau kafe? Apakah mereka tidak melanggar HaKI, mengingat tidak ada kontrak resmi di antara keduanya.

Di Indonesia, sesungguhnya sudah diatur berapa royalti yang harus dibayar jika lagu-lagu tersebut dinyanyikan di hotel berbintang, kafe atau panggung-panggung terbuka. Tapi permasalahan di negara kita, tidak ada pihak atau lembaga resmi yang bertugas mengawasi serta memungut royalti di setiap tempat-tempat hiburan tersebut. Beda dengan di luar negeri yang pelaksanaan HaKI nya sudah bagus. Salah satu di antaranya adalah di Australia. Peraturan tentang royalti yang harus dipungut dari masing-masing tempat hiburan tersebut diatur oleh pemerintah federal. Bahkan pemerintah federal pula yang bertugas memungutnya. Kesejahteraan dari si pemilik hak cipta ini benar-benar dilindungi oleh pemerintah federal. Sehingga si pemilik hak cipta tentu lebih sejahtera dibandingkan mereka yang menyanyikan ulang. Tapi berbeda dengan di Indonesia. Si pemilik hak cipta terkadang hidupnya lebih tidak sejahterah dibandingkan yang membajak atau menirukan lagu-lagu mereka.

Bagaima sesungguhnya batasan seseorang dianggap melanggar HaKI?

Batasan resminya adalah jika mengambil keuntungan dari karya orang lain. Jika menyanyikan lagu orang lain jelas mengambil keuntungan dari karya orang lain. Tapi sekali lagi, pengawasan di Indonesia masih sangat kurang dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi atau tidak melanggar HaKI masih sangat rendah. Mereka akan mempersoalkan jika memang benar-benar telah merugikan si pemilik hak cipta dalam jumlah besar. Misalnya yang menirukan lagu tersebut lebih populer dan penghasilannya lebih banyak dibandingkan dari penyanyi aslinya.

Apakah mereka yang melanggar HaKI telah ditindak secara hukum yang sesungguhnya?

Kita akui bersama, untuk pembuktian sebuah kasus pelanggaran HaKI itu membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Bagi terdakwa, selain mendapat tuduhan pidana juga perdata. Kalau perdata jelas membayar kerugian dalam bentuk materi, sedangkan untuk pidana, si pelaku harus dimasukkan dalam kurungan penjara. Barapa lama dan berapa banyak dendanya, semua tergantung kesalahan serta pelanggarannya. Untuk di Indonesia sendiri sepengetahuan saya belum ada yang diperkarakan di meja hijau sampai harus membayar denda dalam bentuk materi dan kurungan.

Bentuk nyata apa yang dilakukan UPT Sentra HaKI untuk mensosialisasikan HaKi di tengah masyarakat?

Hingga saat ini kita lebih banyak bergerak di lingkup Unair. Ya misalnya mengurus hak paten penemuan para dosen di Unair. Tapi kita juga membantu bagi mereka yang ingin mengurus HaKI. Bentuk nyata tentang sosialisasi HaKI yaitu dengan memberikan ceramah, seminar atau kesempatan-kesempatan tertentu tentang hak kekayaan intelektual.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

Bajak Membajak Sudah Biasa

Dr. Sofyan Saad SPd
Persoalan membajak di Indonesia adalah hal biasa, membajak sawah, membajak hak cipta, karya dan dan membeli barang bajakan sudah biasa. Sangat ironis memang. Pemberlakuan UU No 19 Tahun 2002 menjadi sangat dilematis dari sisi konsumen. Indonesia masuk dalam daftar terbesar pelaku pembajakan hak karya cipta. Bagaimana membangun kesadaran agar masyarakat memberikan apresiasi tinggi kepada hak cipta. Berikut ini wawancara media ini dengan pengamat sosial dari Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah, Buya Hamka (UHAMKA), Dr. Sofyan Saad SPd. Berikut kutipannya;

Indonesia dianggap negara yang memiliki rekor cukup tinggi dalam hal bajak-membajak, menurut Anda?

Di tengah semangat untuk mencintai produk-produk dalam negeri, ada sentimen negatif menyatakan bahwa Indonesia adalah sarang pembajak. Kasus ini memang sangat mencemaskan sebab aksi pembajakan di Indonesia telah merugikan negara. Harus kita akui, sampai sekarang keberadaan produk-produk yang melanggar HaKI, khususnya merek dan hak cipta dengan sangat mudah bisa kita dapatkan. Mulai di tempat perbelanjaan kelas bawah hingga mal dan pusat perbelanjaan mewah. Contohnya produk software, musik dan film VCD atau DVD.

Kenapa masyarakat gandrung memilih barang bajakan?

Murah, itu yang menjadi alasan utama. Walau kualitas tidak sebagus yang asli, tetapi kan lumayanlah. Dengan perbedaan harga yang cukup jauh, masyarakat pasti akan tergoda untuk membeli barang bajakan seperti VCD, elektronik atau juga perlengkapan kebutuhan lainnya. Nah, parahnya lagi demam membeli barang bajakan itu ternyata juga melanda seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya masyarakat kelas bawah, tetapi juga masyarakat menengah ke atas. Coba lihat di kawasan perkantoran seperti jalan Sudirman. Perhatikan setiap ada bazar, pegawai kantoran yang berdasi atau ibu-ibunya memborong barang-barang bajakan. VCD bajakan termasuk salah satu barang yang laris manis.

Apakah masyarakat tidak tahu atau sengaja melanggar?

Kebanyakan masyarakat tidak tahu dan tidak mau tahu, bahkan ada yang berpikiran ‘saya tidak mencuri’ tetapi membeli. Masyarakat banyak juga yang mengerti namun kesadaran memberikan apresiasi tinggi kepada hak cipta sangat rendah. Mahasiswa umumnya mengerti tentang hak cipta tetapi banyak koleksi musik-musik kesayangannya adalah VCD atau DVD bajakan. Untuk itu harus dimulai dibangun kesadaran agar masyarakat memberikan apresisasi tinggi kepada hak cipta.

Bagaimana cara membangun kesadaran masyarakat?

Bagi pemerintah, upaya pemberantasannya sangat sulit. Sebab, selain karena kepiawaian produsen barang bajakan dalam soal ‘mencuri’, konsumen Indonesia pun menyukai barang-barang haram ini karena harganya yang murah. Sekalipun pelanggaran hak cipta dibicarakan di berbagai seminar maupun diskusi, tapi kecenderungan pelanggaran malah makin membesar. Upaya pemberantasan pelanggaran hak cipta itu menjadi sia-sia, karena semakin dibahas semakin besar pula kecenderungan oknum masyarakat melakukan pelanggaran hak cipta.

Kenapa demikian?

Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, konsep dan perlunya HaKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat. Kedua, kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HaKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum. Ketiga, tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HaKI di kalangan pemilik HaKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat kepolisian, kejaksaan maupun hakim.

Jadi perlu sosialisasi yang lebih intensif?

Benar, tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat, kesadaran akan keberadaan HaKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HaKI harus dilakukan pada semua kalangan terkait, seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pers karena dengan kekuatan tinta kalangan jurnalis upaya kesadaran akan pentingnya HAKI akan relatif lebih mudah terwujud. Upaya sosialisasi yang dilakukan oleh semua stakeholder secara sistematis, terarah dan berkelanjutan. Selain itu target audience dari kegiatan sosialisasi tersebut harus dengan jelas teridentifikasi dalam setiap bentuk sosialisasi, seperti diskusi ilmiah untuk kalangan akademisi, perbandingan sistem hukum dan pelaksanaannya bagi aparat dan praktisi hukum, dan lain-lain.

Apa upaya yang sudah dilakukanan sejauh ini?

Selama ini berbagai usaha untuk menyosialisasikan penghargaan atas Hak atas Kekayaaan Intelektual telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil. Tapi tak perlu menyerah dan terus harus tetap dilakukan.

Bagaimana komitmen pemerintah?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga turut mengkampanyekan masalah ini. Menurutnya, pembajakan akan menjadi agenda yang segera ditanggulangi, di samping sejuta masalah lain yang tengah dihadapi oleh negeri tercinta ini. Begitu juga dalam dunia infotainmen, pembajakan CD lagu sudah merupakan momok menakutkan bagi artis-artis di Indonesia . Mereka bersama-sama menkampanyekan umbul-umbul bendera HaKI yang mereka percayai sebagai bagian dari proses preventif pembajakan.

Ke depan Anda melihat bagaimana?

Tentunya, sosialisasi pemerintah dalam pemberlakuan HaKI di Indonesia memerlukan waktu lama dan goodwill dari berbagai pihak dalam mendukung implementasinya sehingga masyarakat benar-benar sadar dan menghargai akan hak cipta orang lain dan membeli sesuatu yang bajakan menjadi sesuatu yang haram.
(Pewawancara: Agus salam)

Surabaya “Gula” Bagi Kaum Urban

Drs Heri Tjahjono MM
Pemerintah kota Surabaya selalu dibuat pusing setiap kali masa Lebaran tiba. Karena dapat dipastikan, jumlah penduduk di kota terbesar kedua di Indonesia ini akan bertambah akibat urbanisasi. Berbagai cara telah dilakukan Pemkot untuk menghambat adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota tersebut. Salah satu di antaranya memerintahkan seluruh RT/RW di seluruh wilayah Surabaya untuk kembali mendata ulang warganya setelah Lebaran nanti. Namun, hingga sekarang belum ada tindakan hukum yang nyata bagi mereka yang melanggar peraturan. Misalnya, dipulangkan kembali ke daerah asal atau dikenai denda uang. Karena hingga sekarang Pemkot Surabaya menghindari tuduhan terhadap pelanggaran hak azasi manusia. Satu-satunya cara yang dilakukan pemkot untuk mengendalikan arus urbanisasi saat ini adalah menghimbau masyarakat desa untuk tidak pergi ke kota. Tentu saja bagi mereka yang tidak mempunyai pendidikan yang cukup, keahlian yang cukup, pekerjaan yang jelas atau tempat tinggal yang jelas. Selain itu pemkot juga meminta pemda untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduknya, supaya tidak pergi ke kota. Berikut wawancara dengan Kepala Informasi dan Komunikasi Pemkot Surabaya, Drs Heri Tjahjono MM seputar fenomena urbanisasi pasca Lebaran di kota Surabaya.

Apa daya tarik Surabaya sehingga banyak orang daerah yang datang ke Kota Pahlawan ini?

Ada peribahasa yang mengatakan ada gula ada semut. Surabaya seperti gula yang dikerubuti semut. Mengapa Surabaya dikerubuti semut, karena di Surabaya manis (ada banyak peluang kerja). Sangat menarik, karena banyak lapangan pekerjaan di Surabaya. Paling tidak, itu adalah pandangan orang-orang daerah terhadap kota Surabaya. Ibaratnya, kalau kita mau bergerak saja, pasti sudah akan mendapatkan uang. Karena di Surabaya, tidak ada yang tidak bisa dijadikan uang. Sampah pun bisa dijual untuk mendapatkan uang. Dan itu tidak ditemui di daerah-daerah mereka.

Bagaimana meminimalisir urbanisasi?

Pada intinya, apa yang ada di negara kita ini belum merata. Baik itu pendidikan, lapangan pekerjaan maupun usaha bisnis lainnya. Semua masih terpusat di satu daerah. Ya, kalau di Surabaya, kita dapat mencontoh perusahaan rokok Sampoerna yang tidak menggunakan mesin untuk melinting rokok. Untuk memperbanyak lapangan kerja, mereka menggunakan tenaga manusia. Selain itu, pabrik tidak hanya dibangun di Surabaya, tapi di beberapa daerah lain di Jawa Timur. Dengan demikian, orang-orang tidak hanya datang ke Surabaya, untuk bekerja sebagai pengelinting rokok. Mereka tersebar di beberapa daerah di Jawa Timur.

Apa yang seharusnya dilakukan Pemkot menghadapi arus urbanisasi usai Lebaran?

Jumlah penduduk Indonesia, semakin hari semakin banyak. Kalau di desa, lahan pertanian yang digarap sudah tidak ada lagi. Karena itulah, dengan kemampuan yang sangat minim, baik pendidikan maupun keahlian, satu-satunya jalan mereka harus pergi ke kota. Selanjutnya mereka berbondong-bondong ke kota. Di desa tidak ada yang mereka kerjakan. Sampai di kota pasti akan memunculkan masalah-masalah baru yang sangat komplek. Salah satu di antaranya adalah munculnya pedagang kaki lima dan angka kriminalitas yang tinggi. Karena itulah, Pemkot selalu menghimbau supaya jangan datang ke Surabaya kalau tidak punya pendidikan atau keahlian yang cukup. Apalagi tidak punya pekerjaan yang jelas atau tempat tinggal yang jelas. Setiap kali setelah Lebaran, Pemkot selalu meminta RT/RW mendata ulang penduduknya. Bagi para pendatang diwajibkan untuk mempunyai Kipem tentu saja dengan kewajiban yang sama dengan penduduk asli lainnya. Razia KTP atau Kipem harus sesering mungkin dilakukan. Tentu saja untuk menghindari masuknya penduduk ilegal.

Urbanisasi ke kota besar bisa dilihat sebagai kelemahan Pemda?

Seharusnya Pemda menyediakan lapangan pekerjaan di daerah masing-masing. Dengan demikian penduduknya tidak akan pergi ke kota. Saat ini saja, jumlah penduduk Surabaya 3,5 juta kalau malam hari. Sedangkan siang hari, jumlah penduduknya mencapai 5 juta. Karena sisanya adalah bekerja di Surabaya tapi tinggalnya di daerah sekitar Surabaya. Mulai Sidoarjo, Gresik, Lamongan maupun Madura.

Apa sanksi bagi kaum urban ilegal?

Hingga saat ini kita belum memberlakukan sanksi tersebut dengan keras. Karena kita takut nanti kalau memberlakukan sanksi tersebut melanggar hak azasi manusia. Misalnya yang tidak punya KTP, Kipem atau pekerjaan dipulangkan ke desa atau kena denda dengan jumlah tertentu. Yang dilakukan sekarang hanyalah himbauan melalui peraturan daerah melalui RT/RW.
(Pewawancara: WURI WIGUNANINGSIH)

Mudik, Rutinitas Membawa Berkah

Drs. I Nyoman Sama, M.Hum
Jutaan manusia bergerak serentak di hari-hari terakhir Ramadhan seolah sedang melakukan tapak tilas atas jejak atau asal-muasal kehadirannya di dunia. Melalui mudik, seolah sejarah hendak didaur ulang, disegarkan kembali, dan dicerahkan guna memberi roh dan napas baru perjalanan sejarah satu tahun ke depan. Ritus-ritus itu terus diulang kembali tiap akhir Ramadhan dengan harapan manusia memperoleh nilai fitrahnya kembali.
Tradisi mudik di hari raya Idul Fitri ternyata tidak mengurangi antusiasme pemudik. Meski harus dibayar mahal bahkan berujung dengan mempertaruhkan nyawa, rutinitas mayoritas warga perantauan untuk kembali mengenang ke kampung halaman seperti berlangsung begitu saja tanpa suatu kesadaran, melampaui akar normatif dan teologis suatu ajaran agama. Latar belakang tradisi yang sudah menjadi semacam alkoholisme atau ekstase tersebut masih menjadi misteri teologis yang tak lagi peduli kebenaran dari sumber tekstual dan teologisnya. Berikut petikan wawancara media ini dengan antropolog, I Nyoman Sama terkait dengan napak tilas kemanusiaan dan ”Mabuk Ketuhanan” tersebut.

Bagaimana sejarah awal tradisi mudik? Apakah ada sumber ajaran tertentu yang kini dianggap sebagai tradisi?

Tradisi mudik sudah lama menjadi rutinitas warga Indonesia bahkan fenomena ini pun juga mewabah hingga ke luar negeri. Ritual itu seolah hendak menyatakan, migrasi ke lain tempat yang selama ini dilakukan akibat tuntutan kerja atau sosial-ekonomi sebagai sebuah tindakan yang membuat kehilangan jati-diri dan melupakan asal-muasal dirinya. Kesadaran dari mana mereka datang dan ke mana mereka akan pergi (sangkan paraning dumadi) menempati posisi sentral dalam kehidupan pemeluk Islam dan pemeluk semua agama, seperti halnya orang Jawa. Dari sinilah mengapa orang menyatakan bagi Wong Jowo (baca: Wong Nuswantoro semua suku) kesadaran atas asal kehidupan jauh lebih kuat daripada akar teologis ajaran Islam yang sebenarnya sulit dicari sumbernya.
Tidak ada sumber pasti yang menyatakan kapan tradisi tersebut dimulai dan oleh siapa yang memulai. Ajaran Islam yang selama ini dikaitkan dengan tradisi mudik ialah ajaran tentang silaturahmi (menyambung cinta-kasih) dan ajaran untuk minta maaf bagi seseorang saat menyadari telah berbuat salah kepada orang lain. Namun, ajaran silaturahmi dan minta maaf, jika berbuat salah, tidak dikhususkan dilakukan hanya di Hari Raya Fitrah sekali setahun. Demikian pula ajaran berbakti pada orangtua atau yang dituakan bukan ajaran yang dilakukan hanya setahun sekali dan tidak pula secara khusus harus dilakukan di Hari Raya Fitrah itu. Hal ini juga sama dengan ritual pada ajaran agama Hindu. Pada hari raya Galungan dan Kuningan, ada sebuah tradisi yang menggambarkan kemenangan darma (kebaikan) melawan adharma (keburukan). Tradisi ini juga sama pada umat muslim yaitu hari raya kemenangan yang didahului dengan berpuasa selama sebulan penuh. Jika dalam bulan puasa tersebut, kita berhasil melawan amarah dan hawa nafsu yang jelek, maka saat hari raya fitrah terjadi kondisi kemenangan atas pengendalian sifat jelek tersebut.

Apakah ada nilai kemanusiaan dari tradisi ini?

Hari Fitrah mengandung sejumlah nilai kemanusiaan yang kaya makna jika bisa dikelola secara lebih fungsional bagi penyelesaian banyak problem sosial di negeri religius ini. Nilai-nilai kemanusiaan seperti membantu sesama (membayar zakat menjelang hari raya Fitrah), silaturahmi, wujud berbakti kepada orang tua (sungkem) dan tradisi positif lainnya.

Dampak negatifnya?

Tradisi ini menjadi praktik pemborosan luar biasa yang tidak jarang menjadi pemicu berbagai perilaku tercela. Mulai dari menyiapkan keberangkatan menuju kampung halaman, menyiapkan makanan, pakaian, merenovasi rumah agar kelihatan indah di mata orang hingga menyiapkan ”angpao” untuk sanak saudara hanya sekadar membagi rejeki. Namun kecenderungan seperti itu sudah muncul di masa kehidupan Nabi Muhammad SAW sehingga keluar hadits yang menyatakan, lebaran atau hari raya fitrah bukan bagi mereka yang pakaiannya bagus atau semua serba baru, melainkan hanya bagi mereka yang kesadaran ketuhanannya (ketakwaan) bertambah. Sebaliknya, ritualitas tahunan ini sengaja dimanfaatkan oleh pedagang atau segala sesuatu yang berkaitan dengan itu untuk mendapatkan keuntungan yang ”lumayan” menambah kantong. Seperti harga-harga sembako yang mulai merangkak naik menjelang bulan puasa dan hari raya. Hal ini juga menyebabkan harga barang lainnya melonjak naik. Positifnya, bulan penuh fitrah (kembali ke kesucian) itu juga membawa berkah bagi umat muslim sendiri bahkan seluruh umat untuk mengais rejeki.
(Pewawancara: DIDIK PURWANTO)

BIODATA:
Nama : Drs. I Nyoman Sama, M.Hum
TT : Denpasar, 1957
Pendidikan :
Pasca Sarjana Antropologi UGM (2000)
Fakultas Sastra Jurusan Antropologi Unud Bali (1981)
Aktivitas :
Ketua Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana (2007-2010).
Ketua Koperasi Serba Usaha di Penatih Denpasar (2002-sekarang).
Alamat : Jl Sekar Tunjung VIII/23 Denpasar Telp (0361) 467716/ 081 557 148 29

Cemoohan Lecut Semangat Berprestasi

Ni Luh Sudiasih (Ibunda Putu Chintya Devi Yuda)
Anak-anak penyandang cacat juga mempunyai hak untuk diakui eksistensinya. Cukup besar aral rintangan bagi mereka untuk membuktikan kemampuan serta talenta cemerlangnya. Pandangan miring serta cemoohan seringkali terlontar dari orang awam yang berada di sekitar mereka. Kebesaran hati serta dukungan dari keluargalah yang mampu lahirkan orang-orang besar dari kaum cacat seperti Stevie Wonder. Wartawati media ini berusaha menelisik dan menelusuri kisah perjalanan seorang bibit muda berprestasi, Putu Chintya Devi Yuda atau Atik. Meskipun ia telah dicap sebagai anak penyandang tuna rungu, kedua orangtuanya, Ketut Gede Darmayuda dan Ni Luh Sudiasih,
berjuang untuk meraih masa depan putri sulungnya. Berikut petikan wawancara media ini dengan ibunda Atik, Ni Luh Sudiasih.

Bagaimana awalnya Atik diketahui mengalami kekurangan pada fungsi organ tubuhnya?

Saat lahir, ia layaknya bayi normal lainnya. Namun setelah beberapa lama saya mencoba menstimulasi respon pendengarannya dengan bunyi-bunyian nyaring seperti bunyi jam weker. Alangkah kagetnya saya saat ia tidak merespon. Saya tambah shock lagi saat mendengar vonis dokter yang mengatakan alat pendengaran Atik sama sekali tuli total. Saat itu saya menangis dan berpikir kalau masa depan anak saya suram.

Apa tanggapan anggota keluarga yang lain serta orang di sekitar keluarga Anda?

Awalnya keluarga saya juga kaget, namun akhirnya bisa menerima jalan takdir ini. Yang menyakitkan saat Atik mendapat cemoohan dan menjadi tontonan beberapa orang seperti ‘topeng monyet’.

Apa tindakan ibu selanjutnya?

Saya berdoa dan terus mencari jalan agar bakat anak saya terasah. Juga memotivasinya agar tak selalu jadi bahan cemoohan. Dari banyaknya cemoohan dan pandangan miring orang tadi pada Atik memacu saya untuk membuktikan bahwa anak saya juga bisa berbuat sesuatu, bahkan lebih berprestasi seperti anak normal lainnya.Langkah ini ditempuh agar Atik bisa punya prestasi yang bisa diandalkan dan bisa jadi pegangan hidupnya kelak saat dewasa. Atik pun saya ajak terjun menekuni berbagai macam dunia seni mulai dari melukis dan modeling. Saat ini, ia lebih fokus ke modeling karena lebih mudah mempelajari gerak langkah saat di catwalk maupun dengan musik pengiringnya. Walaupun baru beberapa bulan ini ia belajar tapi saya dorong ia untuk ikut serta di berbagai lomba modeling. Hasilnya di luar dugaan, sampai saat ini ia mampu bersaing dengan kompetitornya secara sportif.

Bagaimana cara menjalin komunikasi yang baik antara keluarga dan anak tuna rungu?

Seluruh anggota keluarga harus berusaha belajar bahasa isyarat. Selain itu perlu membiasakan diri untuk memperhatikan kode-kode atau gesture khusus. Mimik wajah pun harus lebih jelas saat mengucapkan atau melafalkan suatu kata yang ditujukan untuk anak tuna rungu.

Bagaimana sosialisasi dengan dunia lingkungan baru?

Kalau di sekolah tidak ada masalah karena memang anak berkebutuhan khusus seperti Atik harus mendapatkan pendidikan di SLB. Sehingga lingkungan pergaulan dan belajarnya lebih kondusif serta mau menerima kondisinya. Kesulitannya saat ia berada di lingkungan asing seperti di tempat kursus modeling. Awalnya memang kesulitan saat ia harus menerima banyak materi baru di Montana Modelling, tempatnya berlatih sekarang. Karena saya selalu ingin memantau setiap kegiatan Atik, ia merasa tertekan. Sehingga ia sempat ngambek karena saya marahi akibat kurang bisa menangkap materi latihan. Sampai pelatihnya turun tangan dan menyarankan agar Atik tak perlu ditunggu saat latihan agar tahu cara tampil di publik. Akhirnya saya menyadari jika IQ anak berkebutuhan khusus seperti Atik sedikit kurang bisa cepat menangkap maksud suatu hal. Perlu ketelatenan khusus dan pemberian rasa percaya diri yang besar dari orang lain, khususnya dari orang tua agar si anak bisa mandiri.

Apa pesan bagi orangtua yang mempunyai anak cacat serta harapan untuk pemerintah?

Jangan berkecil hati dengan kekurangan yang diberikan Tuhan pada seorang anak. Maju terus dengan doa dan motivasi. Harapan untuk pemerintah agar memberikan perhatian dan bantuan bagi pemenuhan sarana dan pra sarana belajar bagi murid-murid SLB, seperti alat permainan, bangku, dan alat bantu lainnya. (Pewawancara: Indah Wulandari)

BIODATA
Nama : Putu Chintya Devi Yuda
Panggilan : Atik
Tanggal Lahir : 24 Agustus 1998
Nama Bapak : Ketut Gede Darmayuda
Nama Ibu : Ni Luh Sudiasih
Nama Adik : Made Satya Yuda Negara (7 tahun)
Alamat : Jl Tukad Pakerisan XVI B No. 7, Denpasar
Sekolah : Kelas IV SLB B Sidakraya
Prestasi : Juara 3 Kategori B Lomba Fotogenic Busana Nusantara Hardy’s Sanur (2007), Finalis Model Centro 2007, Peserta Contoh Management Mencari Bintang & Foto Model 2007

Penyandang Cacat Berhak Hidup Layak

Ni Made Dharmika
Para penyandang cacat (peca) mempunyai hak yang sama dengan yang mereka yang normal. Baik itu hak untuk hidup, melakukan interaksi sosial maupun berpolitik. Tapi sayang, di negara kita, untuk mendapatkan pengakuan hak tersebut perlu usaha yang sangat keras. Meskipun si peca ini sendiri sudah menunjukkan kemampuannya. Masih perlu usaha keras untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat. Karena itulah, beberapa organisasi penyandang cacat banyak terbentuk di Indonesia untuk memperjuangkan persamaan hak tersebut. Jika diberi kesempatan, para peca ini diyakini mampu memberikan sesuatu demi kemajuan bangsa dan negara. Mereka juga mempu mengisi pembangunan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Berikut wawancara dengan Ketua Perhimpunan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) DPD Jawa Timur, Ni Made Dharmika S Psi.

Kita melihat eksistensi penyandang cacat mulai diterima publik di antaranya pembangunan fasilitas umum yang memang diperuntukkan bagi penyandang cacat. Pendapat Anda?

Di Surabaya, bisa kita lihat Taman Bungkul. Toilet serta jalan menuju taman sudah ada fasilitas untuk penyandang cacat. Tapi masih banyak yang diskriminasi pada penyandang cacat. Di antaranya belum ada angkutan umum yang menyediakan fasilitas bagi orang cacat. Belum ada rambu-rambu di jalan yang diperuntukkan bagi tuna netra maupun tuna rungu. Masih banyak persamaan hak yang kita perjuangkan untuk mendapat persamaan hak hidup di negara ini. Itulah salah satu tujuan kita mendirikan organisasi yang beranggotakan orang-orang cacat ini.

Apakah ada perusahaan yang mempekerjakan peca atau yang berkarir sebagai PNS?

O, jangan salah. Banyak peca yang bekerja di perusahaan di Surabaya. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan mereka. Misalnya bagi tuna rungu, mereka banyak bekerja di perusahaan bagian pengepakan atau produksi lainnya yang tidak membutuhkan banyak perintah. Bahkan banyak perusahaan yang mengaku senang mempekerjakan para tuna rungu, karena tingkat konsentrasi mereka tinggi, tidak banyak mengobrol dengan temannya atau tidak terganggu bila mendengar kebisingan mesin pabrik. Bagi mereka yang mempunyai cacat kaki juga banyak yang bekerja di pabrik. Sedangkan di lingkup PNS, banyak yang telah mempekerjakan peca. Yang banyak tentunya di Dinas Sosial atau guru-guru di SLB. Sedangkan untuk di pelayanan umum masyarakat memang belum. Ya maklum saja, untuk pelayanan fasilitas umum, mereka lebih mementingkan fisik dibandingkan kemampuan. Padahal kalau diadu kemampuan, kita yakin bisa lebih dibandingkan yang mempunyai kesempurnaan fisik.

Apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga para peca belum bisa diterima masyarakat?

Intinya, bagaimana mereka akan mengenal kita, sedangkan kita tidak pernah memperkenalkan diri? Selanjutnya bagaimana kita akan tampil di hadapan umum, kalau situsi dan kondisinya memang tidak mendukung? Misalnya bagaimana kita akan jalan-jalan ke mal atau taman umum, kalau tidak ada jalan untuk peca. Kemudian bagaimana kita akan kuliah atau berpergian menggunakan kendaraan umum, sedangkan tidak ada kendaraan yang dirancang khusus untuk kita yang menyandang cacat fisik. Bagunan kuliah pun umumnya bertingkat yang sangat tidak memungkinkan bagi para peca. Bagimana kita bisa didayagunakan mengisi pembangunan atau bersama memajukan pembangunan, kalau memang potensi serta kemampuan kita tidak diasah dan tidak dimunculkan? Alasannya satu, sarana dan prasarana harus dipenuhi terlebih dahulu.

Bagaimana seharusnya sikap masyarakat terhadap para peca?

Sebenarnya, yang diinginkan oleh peca adalah perhatian serta dorongan semangat untuk hidup dan berguna, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Yang pertama menjadi ujung tombak bagi para peca adalah keluarga. Perhatian serta semangat keluarga sangat penting bagi seorang peca. Dorongan bahwa mereka hadir di dunia bukan menyusahkan orang lain bahkan sebaliknya, berguna bagi orang lain, harus selalu ditanamkan pada diri peca. Dengan demikian, peca akan mempunyai rasa percaya diri dalam menghadapi hidup dan masa depannya. Jika sudah demikian, potensi yang ada di dalam dirinya akan muncul dan pasti akan memunculkan hal-hal yang positif. Bila hal ini sudah terbentuk, peca tidak hanya berguna bagi diri sendiri, tapi juga orang lain. Banyak peca kita yang menjadi duta negara di tingkat internasional dan hal positif lainnya.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

BIODATA:
Nama : Ni Made Dharmika
Tempat/tgl lahir : Surabaya 13 Maret 1972
Pendidikan : Sarjana Psikologi Universitas Airlangga
Pekerjaan : Psikolog

Ubah Paradigma Dikasihani Menjadi Diberdayakan

Made Adi Gunawan
Berbagai fakta memperlihatkan berbagai perlakuan yang tidak adil dan sikap diskriminatif yang masih sering dialami penyandang cacat. Coba saja ketika penyandang cacat ingin masuk sekolah, masih terdapat penolakan di beberapa sekolah umum.
Begitu juga dengan fasilitas informasi atau perangkat seleksi yang dapat diakses bagi peserta penyandang cacat, penolakan untuk akses lapangan kerja, kurangnya fasilitas layanan publik yang dapat diakses penyandang cacat, kurangnya kesempatan dan dukungan pemerintah dalam parisipasi atlit penyandang cacat di tingkat dunia dan lain-lain. Apa kata Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Made Adi Gunawan, Msi atas diskriminasi tersebut. Berikut wawancara media ini dengan sarjana S2 Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia.

Bagaimana stigma terhadap penyandang cacat selama ini?

Stigma terhadap keberadaan penyandang cacat di masyarakat menafsirkan kecacatan identik dengan orang sakit, lemah, tidak memiliki kemampuan, hanya akan membebani orang sekitarnya. Sehingga penyandang cacat mengalami aliensi (pengucilan) marjinalisasi (terpinggirkan) dan diskriminasi (dibedakan). Sikap dan perlakukan masyarakat serta keluarga yang negatif masih banyak ditemui terhadap penyandang cacat yakni isolasi (disembunyikan), over proteksi (perlindungan yang berlebihan), diskriminasi (dianaktirikan) bahkan dieksploitasi dan lain-lain.
Faktor-faktor sosial inilah yang menjadi penghambat hak dan kebebasan penyandang cacat untuk berpartisipasi dan menikmati hak-hak dasarnya sebagai manusia. Kurangnya kesadaran masyarakat dan tidak adanya rumusan yang jelas tentang jaminan dan mekanisme perlindungan serta pemenuhan hak penyandang cacat, menyebabkan pemangku kepentingan selalu menghindar dari tanggungjawabnya dengan alasan belum adanya peraturan yang mengatur. Hampir dalam setiap undang-undang yang mengatur tentang penyandang cacat tetapi tidak melakukan aturan yang benar, bahkan ada undang-undang yang mengatur hak asasi manusia tidak diikuti oleh peraturan-peraturan yang memadai bagi perlindungan HAM penyandang cacat.

Bagimana dengan Konvensi Perlindungan Hak-Hak Penyandang Cacat?

Konvensi Internasional sebenarnya masih baru yang ditandatangani pada tanggal 30 Maret 2007, tetapi belum diratifikasi oleh Indonesia. Jadi Indonesia belum ada undang-undang yang meratifikasi konvensi internasional itu. Tetapi sebenarnya Indonesai sudah memikiki Undang-Undang R I No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang cacat, Peraturan Pemerintah RI No 43 Tahun 1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Keputusan Presiden RI No 82 Tahun 1999 tentang Lembaga koordinasi dan pengendalian peningkatan sosial penyandang cacat. Jadi dalam undang-undang itu ada persamaan hak, ada kesamaan kesempatan kerja tetapi setelah 10 tahun diundangkan implementasinya belum ada di masyarakat.

Menurut Anda peraturan tersebut masih kurang?

Yah, peraturan-peraturan yang ada saat ini masih belum cukup memberikan perlindungan bagi penyandang cacat. Implementasi dari segala peraturan yang berkaitan dengan kecacatan pun masih jauh dari yang seharusnya. Faktor penyebabnya berasal baik dari pemerintah maupun dari penyandang cacat itu sendiri. Dari pemerintah antara lain kurangnya pemahaman dan kesadaran aparat pemerintahan maupun penegak hukum, kecilnya alokasi anggaran, serta kurangnya sosialisasi peraturan kepada masyarakat. Kecilnya anggaran merupakan salah satu cermin dari kurangnya perhatian pemerintah akan kepentingan perlindungan serta pemenuhan hak penyandang cacat.

Dari penyandang cacat, apa kendalanya?

Dari pihak penyandang cacat, faktornya adalah masih rendahnya kesadaran para penyandang cacat akan haknya itu sendiri. Kurangnya kesadaran hak penyandang cacat disebabkan oleh karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan organisasi penyandang cacat.

Lalu perhatian pemerintah selama ini, bagaimana?

Kita melihat, selama ini perhatian pemerintah kepada penyandang cacat hanya berdasar belas kasihan. Kini pemerintah harus mengubahnya, yaitu berdasarkan kesamaan hak sebagai sesama anggota masyarakat, antara lain, hak memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi, pekerjaan, dan jaminan sosial dan lain-lain harus terealisir. Apalagi selama ini penyandang cacat seperti terbengkelai karena seringnya pergantian presiden sehingga kebijakan selalu berubah-ubah bahkan departemen sosial yang memayungi para penyandang cacat, pernah dibubarkan oleh pemerintahan Abdurahman Wahid.

Paradigma apa yang ingin Anda bangun terhadap penyandang cacat?

Terutama adalah masyarakat harus mengerti dahulu UU mengenai penyandang cacat ini. Caranya dengan melakukan sosialisasi di antaranya walau UU itu soal penyandang cacat tetapi yang diatur tidak hanya penyandang cacat saja tetapi terkait dengan dengan dunia usaha yang wajib mempekerjakan mereka, lalu dunia pendidikan yang memiliki kewajiban untuk menerima mereka, lalu sektor lain seperti fasilitas umum untuk penyandang cacat.
Jadi kalau dibilang masyarakat atau kota Jakarta kurang ramah kepada penyandang cacat, sebenarnya itu lebih mengarah kepada ketidaktahuan masyarakat tentang kewajiban masyarakat terhadap penyandang cacat, apa yang mesti mereka lakukan dan sebagainya. Dan yang ingin saya ingin ubah adalah paradigma bahwa penyandang cacat itu identik dengan penyandang masalah sosial. Harus disantuni, harus dikasih bantuan dan lain-lain. Masyarakat itu tidak berpikir bahwa orang cacat juga mau sekolah, mau kerja bukan sekedar dibagi-bagi sembako saja. Padahal kalau mereka bekerja mereka bisa gajian dan bisa memperoleh uang. Dan merubah paradigma ‘dikasihani’ menjadi paradigma ‘diberdayakan’ inilah yang sulit dan tentunya kita perjuangkan.

Berarti maksud Anda penyandang cacat banyak yang berkembang?

Benar, di Inggris ada pilot penyandang cacat, menjadi ahli komputer, sementara di Indonesia cuma menjadi ahli mijit. Di Indonesia ini banyak menyandang cacat yang ingin maju tetapi lingkungan yang membuat mereka menjadi tidak berdaya. Misalnya, untuk sekolah tidak ada fasilitas untuk mereka. Dan solusi termudah mereka dimasukkan ke panti dan persoalan menjadi selesai. Sebenarnya banyak yang bisa mereka lakukan. Dan di panti orang-orang cacat, pemerintah hanya memberikan santunan sebesar Rp. 300.000/hari. Dari pada dikasih uang yang hanya cukup untuk makan saja lebih baik diberikan pekerjaan.

Bagaimana membangun kemitraan dengan swasta?

Kita memang terus membangun kemitraan dengan swasta. Untuk diketahui bahwa beberapa media nasional seperti Metro TV dan di Indosiar ada sekitar 30 karyawannya berstatus penyandang cacat. Dan di perusahaan swasta juga ada.

Apa harapan Anda ke depan?

Tentu saja yang kita inginkan adalah tidak ada diskriminasi, alienasi dan marjinalisasi terhadap penyandang cacat ini. Kehidupan penyandang cacat dapat maju, berhak mendapat perlindungan, kesetaraan, kemandirian.
(Pewawancara: Agus Salam)

Dangdut, Ciri Khas Musik Indonesia

Drs H Suraya Aka
Jika bicara tentang perkembangan musik di Indonesia, tidak bisa kita pungkiri, pasti akan membicarakan musik dangdut. Musik yang dahulu dikenal sebagai musik orang pinggiran ini, sedikit demi sedikit diangkat sehingga menjadi seperti sekarang. Alunan musik dangdut, saat ini bisa kita dengarkan di hotel-hotel berbintang atau bahkan acara-acara formal kenegaraan lainnya. Bila bicara tentang kesuksesan semua ini, semua tidak lepas dari nama Rhoma Irama yang dianggap sebagai pembaharu musik dangdut. Dengan demikian, pantas bila tokoh revolusioner musik dangdut ini mendapat gelar Si Raja Dangdut. Bahkan pengakuan bertaraf internasional juga pernah diberikan pada pemilik Soneta yang sekarang banyak melantumkan lagu-lagu bertemakan religi ini. Bagaimanakah perkembangan musik dangdut dari sebuah musik yang dikenal sebagai musik comberan hingga seperti sekarang yang mampu merangkul kalangan atas ini? Berikut wawancara dengan pengamat musik dangdut, wartawan senior sekaligus anggota PAMI (Persatuan Artis Melayu Indonesia) Jawa Timur, Drs H Suraya Aka.

Bagaimana Anda melihat perkembangan musik dangdut di Indonesia?

Musik atau dangdut itu sendiri, sesungguhnya hanya sebuah nama sebutan di tengah masyarakat kita saja. Dikatakan dangdut, karena bunyi kendangnya yang sangat dominan. Sedangkan nama sebenarnya adalah melayu yang cikal bakal musiknya berasal dari musik di daerah Deli Serdang di Sumatera Utara sana. Perkembangannya sendiri dapat kita lihat setiap dekadenya. Pada tahun 40-an, musik ini seperti musik qasidah yang banyak menyanyikan lagu-lagu religi. Sampai tahun 60-an, jenis musik-musik seperti ini dapat kita nikmati di RRI dan panggung-panggung hiburan. Panggung hiburan yang menyajikan jenis musik ini adalah kaum pinggiran atau musiknya kalangan menengah ke bawah. Baru tahun 70-an, terjadi perubahan yang cukup revolusioner, dengan lahirnya Rhoma Irama, yang dulu namanya Oma Irama. Beberapa perubahan dilakukan penyanyi yang pernah dicekal untuk tampil ditahun 80-an ini. Tapi intinya, Rhoma ingin mengangkat musik dangdut dari comberan menjadi lebih terhormat.

Apa saja perubahan yang dilakukan Bang Haji (sebutan Rhoma Irama) dengan musik dangdut sehingga mampu menjadikan musik ini menjadi milik semua kalangan?

Rhoma sangat terinspirasi dengan kelompok musik Deep Purlpe. Dengarkan saja musik yang dinyanyikan Rhoma dengan Sonetanya dengan Deep Puprle. Hampir sama. Beberapa lagu yang musiknya hampir sama adalah Ghibah, Setetes Air Hina, Sahabat dan Kematian. Sampai tahun 80-an, Rhoma Irama dengan musik dangdutnya semakin berkibar. Karena sekitar tahun ini, Rhoma dicekal oleh pemerintahan Orba. Tapi Rhoma tidak kehilangan akal. Ketika ia tidak boleh tampil di TVRI, ia membuat film yang menyanyikan lagu-lagu dangdut. Dan hasilnya sangat menakjubkan. Setiap kali film Rhoma diputar dan Rhoma pentas, selalu dijejali penonton. Tidak hanya itu, penjualan kasetnya juga sudah menembus 1 juta keping kala itu. Perubahan juga dilakukan Rhoma tahun 80-an, tepatnya setelah di naik haji. Salah satu di antaranya merubah nama Oma Irama menjadi Rhoma Irama serta mengharuskan pendukung Soneta untuk menjalankan syariat Islam yang benar. Di antaranya tidak minum, berjudi serta shalat terlebih dahulu sebelum manggung.

Bagaimana pendapat Anda dengan musik dangdut alternatif yang banyak berkembang akhir-akhir ini. Ya tepatnya setelah era Inul dengan goyang ngebornya?

Ya kalau melihat perjuangan Rhoma seperti itu wajar kalau dia marah. Dengan susah payah dangdut diangkat dari musik comberan, sekarang kok ya imij-nya menjadi jelek lagi. Tapi generasi Inul juga tidak bisa disalahkan. Karena mereka adalah hasil perkembangan masyarakat. Yang bisa dilakukan PAMI hanyalah menghimbau, janganlah bergaya seperti itu kalau di TV atau panggung umum yang ditonton masyarakat umum. Tapi kalau itu ditampilkan di sebuah kafe atau tempat khusus, bagi saya sah-sah saja. Karena yang menonton kan sudah terseleksi.

Saat ini, di TV juga banyak diadakan kontes pencarian penyanyi baru yang dipilih melalui polling SMS. Menurut pendapat Anda?

Wah itu bagus sekali. Jadi acara-acara itu bisa dijadikan sebagai wadah pencarian bakat. Khususnya penyanyi-penyanyi dangdut. Orang-orang di belakang acara-acara itu saya yakin adalah sangat berkompeten di bidangnya. Dengan demikian, musik dangdut tidak akan keluar dari pakem yang sudah ada. Di antaranya bagaimana berpakaian yang seksi tapi sopan di atas panggung. Kemudian bagaimana bergoyang yang ‘tidak seronok’ di atas panggung. Dan yang tidak ketinggalan adalah bagaimana untuk mendapatkan kualitas vokal atau tehnik menyanyi yang bagus. Dengan demikian, regenerasi musik dangdut tidak akan terhenti.

Kenapa saat ini tidak ada lagu-lagu dangdut yang baru?

Seorang penyanyi akan berpikir beribu-ribu kali kalau akan memproduksi album saat ini. Karena maraknya pembajakan. Menurut pendapat beberapa penyanyi dan produser, akibat pembajakan yang marak, jangankan untung, balik modal saja tidak. Sehingga yang dilakukan para musisi dangdut saat ini adalah menunggu.

Bagaimana cara membangun persatuan para seniman supaya tidak terjadi perpecahan?

Pada intinya adalah saling toleransi antara sesama seniman. Di antaranya adalah rata dalam pembagian hasil. Kemudian jangan menganggap lebih bagus dibandingkan musisi lainnya.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)


BIODATA:
Nama: Drs H Suraya Aka
Karir: Direktur Penerbitan Tabloid Grup Jawa Pos : POSMO, GUGAT,
NURANI, Harian METEOR Semarang, Tabloid Dangdut DENDANG (2000), X-File, OPOSISI (1998), Pimred Karya Darma (1992). Wartawan Jawa Pos Jogjakarta, Madiun, Malang, Surabaya (1982-1992). Aktif di JTV hingga sekarang.

Pesinetron Jadi Vokalis: Harus Gali Bakat Untuk Eksis

Denny Sakrie
Musik Indonesia bisa berarti musik asli Indonesia ataupun dunia musik dengan keragaman jenisnya yang berkembang di Indonesia tanpa embel-embel asing. Perjalanan musik Indonesia sangatlah panjang dan banyak dipengaruhi oleh berbagai warna musik mancanegara yang semakin memperkaya khazanah musik Indonesia. Saat ini banyak artis dan pemain film yang terjun di dunia musik. Mereka dianjurkan untuk terus maju dengan menggali bakat. Jika tidak berkembang pasti ditinggalkan penggemar. Berikut ini cuplikan wawancara khusus wartawati media ini dengan seorang pengamat musik nasional, Denny Sakrie.

Sejak kapan musik Indonesia berkembang?

Musik Indonesia mulai semarak sejak tahun 1970, dimulai dari adanya pesta musik Summer 28 atau suasana menjelang kemerdekaan Indonesia ke-28 pada tahun 1973. Kisaran tahun-tahun itu musik kita didominasi oleh kemunculan grup pop rock, seperti Koes Plus, D’Lloyd dan Panbers. Di era 80-an berawal dari pesta musik di Ragunan muncullah God Bless. Jangan lupa juga itu masa keemasannya Chrisye, Emilia Contessa, Ebiet G. Ade dan Pance S. Pondaag. Lalu tahun 90-an itu eranya alternatif. Banyak band yang berkembang dari festival ke festival contohnya Dewa. Kalau sekarang industri musik kita banyak diisi oleh band-band yang memulai kariernya dari status band indie seperti Sheila On Seven (SO7), Peter Pan, Ungu, Nidji, dan banyak lagi.

Faktor apa saja yang mempengaruhi musik Indonesia?

Tolak ukur musik kita selalu melihat musik luar negeri. Sejak musik rock and roll berkembang di Amerika dengan ikon Elvis Presley kita juga kena imbasnya. Lalu muncul juga jenis musik yang dibawa Deep Purple dan Nirvana, tak lama banyak muncul band yang berkaca pada mereka. Industri musik pun disesuaikan dengan pasar seperti musiknya Koes Plus yang berkiblat pada The Beatles. Tapi tetap ada perbedaan antara musik barat dengan Indonesia.

Secara kualitas bagaimana musik Indonesia sekarang?

Kita tidak bisa membandingkan kualitas musik dulu dengan sekarang, kalau dulu penyanyi kita masih sedikit, dan masing-masing punya karakter sendiri jadi lagunya bisa lama diingat. Sekarang ini banyak sekali muncul band dan penyanyi baru, warna serta jenis musiknya juga sangat beragam. Tidak heran kalau lagunya hanya sebentar diingat masyarakat. Faktor penyebabnya karena industri musik yang juga terus berlomba mengeluarkan album yang sesuai pasar, walaupun secara kualitas kita masih kurang tapi masyarakat bisa menerima lagu dan album para penyanyi dan band tersebut, kita bisa bilang apa.

Bagaimana pendapat Anda mengenai penyanyi yang melakukan aji mumpung?

Wah, itu sih sah-sah saja. Sebenarnya kondisi ini sudah terjadi dari dulu. Artis zaman dulu pun biasa melakukannya. Di Amerika saja yang jadi barometer musik dunia banyak penyanyi yang main film. Investor itu senang menawari orang-orang yang sudah tenar untuk bergabung karena mereka punya fans sendiri. Jadi tidak kesulitan untuk lagi untuk promosi. Nah, itu kalau kita bicara dari perspektif industri. Mengenai kualitasnya, kalau para penyanyi tadi tidak bisa menjaga keunggulan mereka, nantinya pasar akan meninggalkan mereka dan dengan sendirinya mereka tenggelam.

Menurut Anda langkah apa yang ditempuh para penyanyi tersebut?

Sebaiknya mereka itu terus menggali kemampuannya, tak perlu mengerjakan bidang lain. Konsentrasi di situ saja. Nanti hasilnya akan kelihatan, mereka akan punya karakter sendiri yang akan diingat sepanjang masa.

Pandangan Anda terhadap perkembangan musik Indonesia selanjutnya?

Kehadiran kontes-kontes musik di televisi ternyata belum bisa mengangkat dunia musik yang baru, karena banyak faktor yang belum siap, baik mental si penyanyi maupun konsep yang dibuat. Sekarang ini kita lihat konsep yang gamang, begitu pula sisi promosi yang kurang. Itu semua dilakukan hanya sekedar memenuhi sudut-sudut iklan. Lama-kelamaan jika para penyanyi keluaran terbaru atau dari kontes musik tersebut tidak bisa menjaga kualitas, maka ketenaran mereka akan jatuh dalam sekejap. Ke depannya kemudahan teknologi turut juga memudahkan orang membuat dan mengaransemen lagu. Akhirnya referensi dalam bermusik jadi lebih beragam.
(Pewawancara: Roro Sawita)

BIODATA:
Nama : Denny Sakrie
TTL : Jakarta, 14 Juli 1963
Email : denny_sakrie@yahoo.com
Pekerjaan : Penulis musik lepas 1979 – sekarang

Tanpa Sorotan Publik, Penegakan Hukum Lemah

Drs M Said Sutomo
Selama ini, kita sering mendengar informasi adanya makanan atau minuman yang mengandung zat-zat tertentu yang berbahaya bagi tubuh. Selain mengakibatkan penyakit tertentu, nyawa pun bisa melayang. Apalagi, secara kasat mata, konsumen tidak bisa mengetahui zat berbahaya yang terkandung dalam sebuah makanan. Karena pembuktiannya hanya melalui uji laboratorium. Contoh, makanan atau minuman yang mengandung formalin atau jejamuan tradisional yang mengandung zat berbahaya.
Seiring maraknya razia jamu atau makanan yang mengandung zat berbahaya, ternyata ditemukan pula obat-obat palsu di pasaran. Bagaimana Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur menyikapi permasalahan ini? Apa yang harus dilakukan konsumen jika menjadi korban dari produser obat palsu, makanan, minuman atau jamu yang mengandung zat berbahaya? Berikut wawancara dengan ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Drs M Said Sutomo.

Apa tugas utama YLPK Jatim dalam melindungi konsumen dari makanan dan minumanberbahaya serta peredaran obat palsu?

Tugas Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur ini ada tiga. Pertama, mencerdaskan konsumen untuk memilih makanan, minuman atau jasa yang baik dan aman di pasaran. Kedua, membuat kondisi tata usaha yang tidak dimonopoli satu pihak tertentu. Dan ketiga, mengingatkan pemerintah bila ada kebijakan-kebijakan yang salah. Untuk kami sifatnya memang masih menyeluruh. Untuk di Surabaya memang belum ada lembaga khusus yang menangani tentang perlindungan konsumen di bidang kesehatan.

Apa saja tindakan nyata YLPK Jatim yang telah dilakukan selama ini?

Sejak berdiri tahun 90-an, sudah banyak yang kita lakukan. Di antaranya memberikan penyuluhan, seminar atau membentuk posko-posko pengaduan masyarakat. Di sinilah kita melaksanakan tugas mencerdaskan masyarakat. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat bisa memilih mana yang baik dan yang tidak bagi dirinya. Kemudian kita juga sering mendapat laporan dari masyarakat. Sejak tahun 2005 hingga sekarang, kita sering mendapat laporan tentang makanan yang mengandung formalin. Yang kita lakukan adalah mengingatkan pemerintah tentang kebijakan-kebijakan yang dianggap menyimpang. Cara mengingatkan kita dengan mengundang mereka sebagai narasumber di sebuah seminar atau saling bertukar pikiran antara beberapa pihak yang terkait.

Bagaimana antisipasi terhadap peredaran obat palsu?

Memang sulit untuk hal yang satu ini. Perlu keterlibatan banyak pihak untuk menyelesaikan masalah ini. Kita menyarankan pada pemerintah untuk lebih ketat mengawasi produsen jamu atau obat. Masalah ini terkait erat dengan mental pembuatnya. Kok tega-teganya mereka membuat obat palsu yang membahayakan orang lain. Sebaiknya dinas perdagangan dan perindustrian rutin melakukan pembinaan pada pengusaha kecil untuk melakukan usaha yang tidak merugikan konsumen. Banyak makanan, minuman, obat atau jamu yang berbahaya itu dibuat oleh industri kecil. Selain itu bahan-bahan tersebut juga banyak di toko-toko kecil di pinggiran kota. BPOM sebaiknya rutin melakukan pengawasan produk jamu atau obat yang sudah terdaftar. Karena saat mendaftarkan ke BPOM sesuai dengan standar kesehatan, tapi selanjutnya akan menyimpang.

Kenapa banyak kasus peredaran obat palsu menguap begitu saja tanpa tindakan hukum yang tegas?

Itulah jeleknya penegak hukum kita. Aparat tidak tegas pada pelaku kejahatan seperti ini. Padahal menurut UU Perlindungan Konsumen, mereka yang terbukti memalsukan obat atau mencampur makanan atau minuman dengan zat berbahaya mendapat kurungan lima tahun dan denda 5 miliar. Tapi sayang, hingga sekarang kita tidak tahu kelanjutan dari kasus-kasus tersebut. Dalam hal ini tidak lepas dari peran masyarakat atau media untuk mengontrol kasus tersebut. Jika permasalahan tersebut terus dikawal, dapat dipastikan terselesaikan sesuai dengan hukum yang telah ada. Kalau diminta oleh konsumen untuk mendampingi secara hukum, kita juga sanggup untuk melakukannnya. Itulah kelemahan penegak hukum kita. Jika sudah tidak mendapat soroton dari masyarakat, proses hukumnya juga mulai melemah.

Bagaimana prosedur yang dilakukan jika konsumen merasa dirugikan produsen tertentu ?

Ya laporkan saja pada kita. Nanti kita tindak lanjuti. Tapi untuk mengajukan ke meja hijau perlu bukti-bukti yang kuat. Selama ini, kita banyak menerima keluhan yang berhubungan dengan formalin yang kian hari kian banyak. Lalu kita kaji dan bisa dijadikan rujukan baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Yang pertama adalah penyuluhan serta pembinaan yang intensif harus dilakukan dinas perdagangan dan industri pada pengusaha kecil. Ya tentang baik buruknya penggunaan zat-zat berbahaya. Kemudian tata niaga formalin yang harus dikaji ulang oleh pemerintah. Tidak boleh setiap toko kimia atau apotek menjual formalin. Kemudian penggunaan formalin oleh masyarakat juga harus dipantau terus. Tidak dipungkiri, kondisi perekonomian masyarakat yang rendah, mengakibatkan mereka tidak bisa menjangku barang-barang yang mahal. Inilah yang dimanfaatkan oleh produsen untuk membuat bahan yang murah tapi berbahaya.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

Pengedar Obat Palsu, Pelaku Kriminal

Dr DPG Purwa Samatra, SpS (K)
Peredaran obat palsu juga berimbas pada dokter. Ada tuduhan dokter salah menulis resep sehingga menyebabkan pasien tak kunjung sembuh dari sakit. Berikut petikan wawancara media ini dengan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Bali, Dr DPG Purwa Samatra, SpS (K) yang ditemui di Bagian Penyakit Syaraf RSUP Sanglah Denpasar.

Sebagai seorang dokter, bagaimana tanggapan Anda terhadap peredaran obat palsu?

Itu jelas tindakan kriminal. Entah sebagai produsen ataupun sebagai penadahnya, semuanya kriminal. Sebagai dokter, saya hanya bertugas memeriksa, mendiagnosis penyakit serta memberikan resep obat untuk ditebus di apotek. Dokter dilarang keras memberikan obat secara langsung kepada pasien kecuali dokter yang praktek di daerah pedalaman (pelosok) dan tidak terdapat apotek di sekitarnya.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap peredaran obat palsu tersebut?

Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya menguji coba secara klinis baik masih berada dalam proses pembuatan maupun di lapangan. Perusahaan farmasi (produsen obat) juga harus memenuhi syarat Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), melakukan pengawasan serta harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Setelah obat sampai di tangan konsumen, kadang pasien belum sembuh juga. Ini gejala apa?

Dalam membuat resep, dokter juga memiliki pedoman. Selain tingkat efikasi (tingkat kemanjuran obat menyembuhkan penyakit), dokter juga harus memperhitungkan kemampuan konsumen dalam menebus obat. Jangan sampai pasien yang miskin diberikan obat paten yang mahal. Sekarang pun sudah ada obat generik yang khasiatnya hampir sama dengan obat paten namun dengan harga yang lumayan terjangkau oleh konsumen. Bahkan efek samping pemakaian obat pun harus diperhitungkan. Kemampuan obat untuk menyembuhkan (poten) tidak boleh lebih kecil dari efek samping yang ditimbulkan.

Kenapa obat di Indonesia mahal?

Perlu diketahui bahan untuk membuat obat di Indonesia masih harus mengimpor. Baik dari India, Cina dan negara lain. Selain itu, jalur distribusi terlalu panjang. Di sinilah terjadi mark up harga yang membuat harga obat melambung. Sebenarnya dokter bisa saja menjual langsung ke pasien namun hanya terbatas pada dokter yang menempati area terpencil dan sulit mengakses apotek terdekat. Dalam undang-undang praktek kedokteran tahun 2002 serta kode etik dokter Indonesia (KODEKI) semuanya telah diatur.

Sejauh mana peran IDI mencegah peredaran obat palsu?

Itu di luar kewenangan IDI. Itu tanggung jawab BPOM, pihak kepolisian dan apoteker. Pihak IDI hanya bisa menghimbau agar obat selalu diawasi mulai dari pembuatan hingga pendistribusian sampai ke tangan konsumen. Semua harus dipastikan aman (kandungan zat, khasiat, kadar dan kadaluarsanya).
(Pewawancara: Didik Purwanto)

Biodata:
Nama : Dr DPG Purwa Samatra, SpS (K)
TTL : Tabanan, 21 Maret 1955
Aktivitas :
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bali (2003-2006)
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Denpasar (1994-1996)
Dosen Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FK Unud (1983-sekarang)
Dosen Spesialis Syaraf FK UI (1989)
Alamat praktek : Apotik Nita Anandi Jl Gatot Subroto 239 XX Denpasar, Telp (0361) 227666
Alamat rumah : Jl PB Sudirman 19 A Denpasar Telp (0361) 234947

Cahayu, Hasil Kerja Keras 15 Tahun

Ni Made Yulianti
Sukses memang bukan langkah yang mudah. Namun dengan usaha keras, tekun, sabar dan berani mencoba dapat mengantar Robani sekeluarga menuju sukses sebagai produsen makanan khas Bali. Bagaimana resep usaha suksesnya? Berikut penuturan Ni Made Yulianti, istri Robani yang ditemui media ini di tempat usahanya, Pusat Oleh-Oleh Khas Bali, Cahayu.

Bagaimana sejarah usaha Anda?

Usaha ini adalah hasil rintisan suami saya, Robani, seorang anak desa dari Magelang, Jogja. Setelah tamat SMA 15 tahun lalu, suami mengadu nasib ke Pulau Bali sebagai pedagang acung dan sempat menjadi pembantu rumah tangga. Pernah juga menjadi penjaga kamar mayat di sebuah rumah sakit. Lantas ia menikah dengan saya. Modal usaha ini adalah menggadaikan anting-anting pemberian ibu saya seharga Rp 27.000. Beragam usaha telah dijalani. Mulai dari jualan pisang goreng di tepi jalan hingga berjualan kacang asin, makanan dan souvenir. Pernah juga saya membuka usaha ini di Celuk dan Sukawati. Awalnya, kita menyewa tempat usaha seluas 3 x 4 meter, baru berdiri saja ada lima bis dari Jawa yang datang. Saya sempat bingung melayani sendiri di tempat sekecil itu (namun sekarang sudah ditutup karena ingin difokuskan pada satu toko). Dari pengalaman sebagai pedagang acung, suami mendapat ilmu cara-cara pembuatan kacang asin khas Bali. Tak cukup hanya jadi penjual, suami berusaha membuat kacang asin sendiri dan dipasarkan sendiri. Tahun 2002 berdirilah Toko Pusat Oleh-Oleh Makanan dan Souvenir Khas Bali yang diberi nama Cahayu. Pemberian nama ini didasarkan atas latar belakang saya yang hanya sendiri menjadi wanita paling ayu di dalam keluarga saya. Cahayu berarti sama dengan bocah ayu (anak wanita yang cantik). Tiga tahun kemudian, saya bersama suami berhasil membuka cabang di Salam, Muntilan.

Siapa target market produk Anda?

Produk saya terdiri dari makanan dan souvenir khas Bali. Mulai dari kacang asin, dodol pisang, nangka, dodol gambir, dodol iwel, selai pisang, dodol pe tan (tape ketan), selai molen, brem, sruwa sruwi, dodol apel, bakiak, nopia, minuman brem Bali, kaos, souvenir hingga batik khas Jogja. 97 persen pembeli adalah wisatawan nusantara (lokal). Ke depan, kita akan mengembangkan pasar mancanegara yang masih sedikit kita garap. Karena lokasi usaha ini cukup strategis, berada di jalur wisata Ubud, Sukawati dan Kintamani. Rata-rata bis wisata berangkat atau pulang melalui jalur ini. Untuk membuat mereka tertarik kepada toko ini, kita telah bekerjasama dengan para tour leader wisata di daerah Jawa untuk mengantar tamunya ke sini. Lambat laun, promosi melalui mulut ke mulut menyebar hingga ke pemerintahan.

Apa keunikan toko oleh-oleh ini?

Kita mengembangkan layanan dengan hati. Layanan tersebut kita sediakan mulai dari membantu saat macet, terkena tilang polisi, tidak tahu arah lokasi wisata hingga kecelakaan. Suasana kekeluargaan sangat terasa dan pemilik harus bertemu langsung dengan para tour leader ataupun pelanggan. Kita serasa bertemu dengan keluarga sendiri di sini. Layanan itulah yang membuat pelanggan tidak ada sekat antara penjual dan pembeli. Pelanggan pun tidak akan ragu merogoh kocek lebih dalam untuk memborong oleh-oleh. Selain itu, kita juga menyediakan catering di tempat ataupun layanan antar. Bagi yang ingin mengetahui proses pembuatan kacang asin juga kita sediakan. Bagi kita, tidak ada yang kita sembunyikan. Kita tidak takut ditiru, semua proses produksi sangat terbuka. Inovasi produk juga kita lakukan. Yang terbaru adalah torakur (tomat rasa kurma) dan kopi surya Bali. Produk ini jarang-jarang ada. Bahan baku memang susah didapat, pembeli harus antri atau harus memesan dulu untuk mendapatkan produk ini. Jadi tidak semua orang (pembeli) bisa mendapat produk langka kami ini.
(Pewawancara: Didik Purwanto)

BIODATA:
Nama : Ni Made Yulianti
TTL : Denpasar, 25 Juli 1978
Aktivitas : Direktris Pusat Oleh-Oleh Khas Bali CAHAYU
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata (SMIP) Kertha Wisata Renon Denpasar (1996)
Alamat toko : Jl Raya Batu Bulan Banjar Tegehe Sukawati Gianyar, Telp (0361) 298951
Alamat rumah : Jl Pertulaka Gg Leli No 1 Denpasar Barat, Telp (0361) 461104

Wisman Suka Menu Alami

Ir Hj Sri Sustini Nanang Samudra, MM
Pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk bahan-bahan makanan khas tradisional terbuka peluang yang cukup luas. NTB, misalnya, sangat kaya akan varietas tanaman pangan yang belum digali dan dimanfaatkan secara maksimal. Bagaimana keberadaan makanan khas tradisional NTB, berikut petikan wawancara media ini dengan Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) NTB, Ir Hj Sri Sustini Nanang Samudra, M.M.

Sejauh mana langkah pengembangan makanan khas NTB?

Kami selaku Non Government Organisation (NGO)
berusaha membina makanan khas tradisional di antaranya mengikutsertakan ibu-ibu anggota masyarakat yang kami anggap mampu melanjutkan usaha secara berkesinambungan. Di Lombok Tengah misalnya ada Porong, Mataram ada obat-obatan. Banyak sekali tanaman alami yang sangat bermanfaat dan saya bangga karenanya. Hal ini perlu terus digali, dibudidayakan dan dilestarikan serta tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Kami secara rutin seringkali melakukan penelitian-penelitian untuk tanaman obat keluarga dan makanan khas Lombok, sekaligus memvariasikan makanan khas tersebut.

Ada berapa macam produk makanan unggulan khas NTB?

Selain pelecing kangkung yang sudah menjadi trademark makanan khas Lombok, juga di Dompu, Sumbawa, dan Bima ada makanan yang sangat beragam, terutama dari rumput laut yang dibikin urap. Makanan khas NTB memang sangat beragam dan bervariasi tentunya dengan cita rasa yang beda antara satu makanan khas dengan yang lainnya.
Makanan khas NTB bersumber dari bahan-bahan alami mengandung protein, karbohidrat dan vitamin yang amat bermanfaat bagi tubuh manusia dan terhindar dari bahan-bahan kimia yang membuat badan menjadi sehat. Karena bahan-bahan makanan yang dimakan bersumber dari bahan tradisional atau alami.

Apakah bisa dikelola untuk peningkatan ekonomi masyarakat?

Sementara ini untuk peningkatan ekonomi kami akui masih kurang. Namun seiring dengan perkembangnya pariwisata di NTB, peluang untuk kegiatan produksi cukup menjanjikan. Hal ini bisa kita lihat seperti dodol nangka Narmada, yang sudah terkenal di mana-mana, bahkan sampai ke Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Demikian juga makanan khas lainnya seperti hasil olahan dari rumput laut. Hal ini terus kita bina dan diberikan kepercayaan untuk berproduksi. Dan perlu (pihak pemerintah) memberikan informasi pasar agar bisa berkelanjutan dengan baik. Itulah kelemahan yang mungkin masih kita rasakan. Masih ada persoalan kelemahan pasar.

Sejauh mana upaya akses pasar bagi makanan khas NTB?

Dinas Perindustrian dan Perdagangan selalu membuka bursa pasar dan memberikan informasi
untuk para perajin. Sekaligus kami sendiri sedang berusaha membuat website agar masakan khas NTB juga bisa mengglobal. Tentunya juga diikuti dengan kualitas yang memadai.

Ciri khas makanan NTB dibanding daerah lain?

Setiap daerah memiliki ciri khas makanan
tradisional sendiri-sendiri. Kita tahu semakin banyak
wisatawan yang mencari makanan khas tradisional asal NTB. Karena wisatawan asing (mancanegara) memang mencari hal-hal yang berbau organik. Karena nyaman, alami dan tentunya enak dimakan seperti kangkung yang memiliki multivitamin. Makanan lainnya seperti beberok terong yang mengandung banyak zat antioksidan.

Upaya lain untuk mengangkat masakan khas tradisional NTB?

Kita secara rutin melakukan lomba cipta menu. Bulan Agustus ini kita akan gelar lomba cipta menu atau makanan khas NTB. Lomba seperti ini dimaksudkan agar kreatifitas dan inovasi-inovasi baru dari para perajin makanan khas tradisonal NTB bisa muncul. Dan semangat peserta lomba menu tahun-tahun sebelumnya cukup bagus. Hanya saja perlu disemangati kembali agar lebih baik lagi.

Sudah ada yang meraih prestasi di tingkat nasional?

NTB sering kali ikut lomba cipta menu makanan khas dan selalu masuk 10 besar. NTB pernah masuk nominasi 7 lomba menu tingkat nasional. Dengan seringnya digelar lomba (memasak) ini di NTB maupun di tingkat nasional diharapkan bisa memberikan kreatifitas dan inovasi yang lebih banyak kepada pengrajin makanan dan (mereka) bebas berkarya.
(Pewawancara: Hernawardi)

BIODATA:
Nama : Ir Hj Sri Sustini Nanang Samudra, MM
Organisasi:
- Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) NTB
- Ketua Yayasan Pengembang Perajin Lombok
- Pembina Makanan khas Lombok

Zaman Keemasan UKM, 13 Tahun Lagi

Aburizal Bakrie
Sudah saatnya berbagai kendala yang kerap menghadang langkah usaha kecil menengah (UKM) harus mendapat jalan keluar yang semestinya. Apalagi, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah berkeinginan untuk menciptakan 20 juta UKM baru pada tahun 2020 nanti.
Upaya-upaya nyata untuk lebih memberdayakan sektor tersebut belum terlalu terlihat. Langkah pengembangan UKM seperti tertatih-tatih lagi.
Berikut petikan wawancara dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie yang sekaligus menjadi panitia dalam acara Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI) 2007 di Jakarta dengan tema Bunga Rampai Produk Budaya Indonesia, merupakan kegiatan konvensi yang mengulas kekayaan warisan budaya untuk dunia, pameran produk kerajinan terbaik hasil kreatifitas terkini dan makanan khas tradisional dari 33 provinsi di Indonesia.

Bagaimana Anda melihat kondisi UKM sekarang ini?

Banyak kalangan seperti dari birokrat pemerintahan, pengusaha, hingga pengamat ekonomi, seolah tersadar bahwa peran UKM tidak bisa dikesampingkan lagi. Posisinya yang tegar menjadi kekuatan dalam pembangunan perekonomian nasional. Banyak pengusaha UKM begitu menikmati manisnya buah perjuangan dalam usahanya dibandingkan pengusaha kelas konglomerat yang berjatuhan.
Namun seiring pulihnya perekonomian nasional, posisi UKM kembali seperti akan tergerus roda zaman. Ada kesan pula bahwa pengusaha skala besar cenderung ditempatkan pada posisi yang lebih baik dibanding pengusaha kecil menengah. Karena itu, berbagai upaya untuk lebih berpihak kepada pemberdayaan UKM tentu harus disambut baik.

Apa yang menjadi prioritas utama pengembangan UKM?

Usaha kecil dan menengah yang menjadi tumpuan hampir 80 juta rakyat Indonesia harus menjadi prioritas utama pemerintahan. Alasannya, pada tahun 2020 pasar ASEAN akan terintegrasi sehingga pangsa pasar berbagai produk mencapai 550 juta orang. Memprioritaskan UKM bukan dengan memberikan berbagai fasilitas, seperti kredit atau kebutuhan usaha lain. Paling penting bagaimana pemerintah tahu persis UKM pada sektor dan daerah mana yang paling membutuhkan prioritas sehingga strategi kebijakan industrial yang diterapkan pro UKM dan sesuai kondisi pasar.
Hal ini bisa diwujudkan melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif dan menciptakan kemitraan antara pemerintah dan swasta. Semua kekuatan yang ada bisa disatukan untuk mendukung pertumbuhan UKM.

Seberapa besar kontribusi UKM terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?

Sektor UKM telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika pemerintah mampu mendorong pertumbuhan sektor UKM, kontribusi yang akan diberikan kepada negara pun otomatis akan lebih besar.Apalagi saat ini sekitar 86 persen pelaku ekonomi yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, serta kehutanan, dan perikanan didominasi oleh pelaku usaha kecil.
Kondisi serupa terjadi pada bidang perdagangan, hotel, dan restoran yang 75 persen dikelola pengusaha kecil, 21 persen pengusaha menengah, dan pengusaha besar hanya mendapat jatah sekitar 4 persen.

Apa harapan Anda dengan pertumbuhan UKM yang kian meningkat?

Pertumbuhan jumlah UKM yang pesat dan kuat akan mengatasi jumlah pengangguran di Indonesia yang kini telah mencapai lebih dari 40 juta orang baik pengangguran terbuka maupun terselubung. Katakanlah satu UKM mempekerjakan lima orang, maka 20 juta UKM akan menyerap lebih dari 100 juta tenaga kerja. Hal itu tidak bisa dilakukan perusahaan besar. Kebijakan ekonomi ke depan harus didesain pula ke arah penguatan UKM dan pengembangan wirausaha baru khususnya dalam bentuk UKM, sehingga jumlah pengangguran dan angka kemiskinan bisa lebih ditekan. Untuk itu, pemerintah mendesain program yang jelas dan tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program nasional.
Karenanya, di era mendatang sektor UKM kita boleh yakini akan lebih mampu memasarkan produk-produk mereka ke kota atau bahkan ke negara-negara tetangga. Saya percaya zaman keemasan itu akan datang melalui era perdagangan bebas pada 2020 nanti, 13 tahun lagi. Kunci pembangunan ekonomi kita adalah pembangunan sektor UKM.
(Pewawancara: Agus Salam)

TK-SD Satu Atap Lebih Efektif

Drs L Basri
Masa pertumbuhan anak-anak sangat penting bagi kerangka dasar pembentukan kepribadian anak. Pembentukan karakteristik anak tidak hanya ditempuh melalui jenjang pembelajaran di dalam ruangan (kelas) atau komunikasi intensif antara anak dengan pembimbing (guru). Namun anak-anak pada usia dini sangat membutuhkan nuansa permainan dengan dukungan sarana dan prasarana permainan yang positif. Bagaimana perkembangan pendidikan PAUD di NTB, berikut petikan wawancara dengan Kasubdin TK/SD Dikpora NTB, Drs L Basri.

Bagaimana Anda menilai pentingnya pendidikan anak usia dini?

Seorang ahli mengatakan usia anak-anak adalah usia emas (gold age). Pada usia 3-5 tahun, perkembangan otak anak cukup pesat. Karena itu pendidikan anak usia dini penting dilakukan untuk merangsang perkembangan mental yang diawali sejak usia dini.

Bagaimana Anda melihat perkembangan program PAUD di NTB?

Dalam pembinaan TK dikenal istilah PAUD dari 0-6 tahun yang diselenggarakan melalui playgroup dan bentuk-bentuk lainnya. Khusus anak 4-6 tahun dilakukan melalui TK formal. Ada 2 macam program pendidikan yakni formal dan informal. Informal melalui PAUD dan formal TK. Dan TK negeri di NTB saat ini ada 20 unit. Setiap kabupaten sudah ada TK Pembina kecamatan, TK Pembina kabupaten, dan TK Pembina propinsi.

Bagaimana dengan TK-SD satu atap?

Di NTB sudah ada TK-SD satu atap. Dan sudah dirintis sejak 3 tahun yang lalu. Artinya TK yang berada pada lingkup SD. Tahun 2007 ini ada 15 lokasi TK-SD satu atap. Pada tahun sebelumnya ada 5 TK-SD satu atap yang ada di 5 kabupaten se-NTB.

Apa misi pembangunan TK-SD satu atap?

Dibangunnya TK-SD satu atap ini dalam rangka memperluas akses dan pemerataan pelayanan pendidikan anak usia 4-6 tahun. Mendekatkan TK itu dengan sekolah SD. Jadi anak-anak itu tak perlu bersosialisasi dengan SD yang lain. Begitu tamat TK
muridnya langsung mengetahui lingkungan yang ada di SD tersebut. TK-SD satu atap itu dananya Rp 100 juta satu sekolah, untuk ruang kelas, ruang guru dan kelengkapan lainnya. Di samping kita membangun TK SD satu atap dan TK Pembina, kita juga memberi bantuan pada sekolah-sekolah swasta untuk merehab sekolah Rp 20 juta untuk semua kabupaten se-NTB. Dana APBN pendukung TK se NTB ini Rp 4 M tahun 2007. APBD propinsi NTB sebanyak Rp 400 juta, belum lagi dana APBD Kota.

Berapa banyak TK swasta di NTB?

TK swasta ada 947 buah se-NTB. Semua TK diberikan pembinaan teknis. Termasuk pengalokasian dana dari APBN dan APBD. Dana APBN untuk rehab TK swasta Rp 20 juta. Dan untuk dana APBD NTB diberikan Rp 7 juta per sekolah. Idealnya untuk mendirikan sebuah TK di kecamatan saja dibutuhkan dana Rp 500 juta untuk membangun 3 ruang kelas, alat bermain dan perabot.

Sejauh mana peran serta masyarakat dalam PAUD?

Masyarakat sangat berperan dalam menyukseskan PAUD. Dari jumlah 947 TK swasta se-NTB peran masyarakat dalam rangka memberikan dukungan terhadap pembelajaran di TK ini sangat penting dalam pembinaan anak usia dini terutama melalui PAUD formal.

Apa target pemerintah mendirikan PAUD ini?

Tentu dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya usia 4-6 tahun. Dan pada tahun 2009 nanti diharapkan 40 persen usia anak-anak itu sudah bisa masuk TK. Kalau pencapaiannya sekarang baru 27 persen anak-anak se-NTB yang bisa tertampung di lembaga PAUD ini.
Syarat bangun TK Pertama harus diusulkan oleh penggagas atau masyarakat ke Dinas Pendidikan kabupaten/kota untuk mendapatkan ijin operasional. Dari ijin operasional itu TK bisa mendapatkan dukungan dana operasional, bantuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan baik fhisik dan teknis. Artinya kita berikan dukungan kepada TK swasta baik dari dekons pusat dan APBD I dan bantuan alat peraga pendidikan TK.

Pendirian playgroup dan TK kian marak. Ada gejala apa?

Saya kira tak perlu diresahkan. Ini pertanda adanya perhatian masyarakat yang begitu tinggi terhadap pendidikan anak-anaknya. Apalagi sudah menjadi kebutuhan. Sekarang kan kita dalam giat-giatnya menggalakkan wajardikdas 9 tahun. TK sebagai fundamen dalam pembinaan mental masuk ke jenjang lebih tinggi.

Apakah setiap playgroup ada standar kualitas tertentu dari pemerintah?

Memang setiap program itu harus dibarengi kualitas, jangan dari segi banyaknya saja. Pemerataan kesempatan dan kualitas harus menjadi perhatian yang tak kalah pentingnya, agar seimbang. Karena kualitas itu menjadi target yang ingin kita capai, yaitu SDM yang bermutu dan berkualitas.
Karena itu sistem pengawasan selalu ada. Setiap program yang dilaksanakan selalu dibarengi dengan evaluasi. Apakah program itu berjalan baik atau tidak. Di setiap kabupaten/kota itu ada pengawas PAUD yang disebut pengawas TK SD.
(Pewawancara: Hernawardi)

Statistik pengunjung